Sadam Hussein menjadi presiden Irak pada 16 Juli 1979. Tujuan utamanya menjadi presiden Irak juga karena ingin menggantikan peran Mesir sebagai pemimpin dunia Arab yang menonjol di bawah kepemimpinan Gamal Abel Nasser. Selain itu, Saddam berkeinginan memperluas kekuasaan Irak sampai Teluk Persia.
Saddam melancarkan invasi ke sebuah ladang minyak di Iran pada September 1980 sebagai langkah awal untuk mewujudkan ambisinya. Perang ini tak berhasil.
Berikutnya, giliran Kuwait menjadi incaran. Saddam menginginkan minyak dari Kuwait untuk memperkuat perekonomian negaranya. Pada Agustus 1990, Irak resmi menginvasi Kuwait. Dunia internasional, atas pengaruh Amerika Serikat, kemudian mengembargo perdagangan dengan Irak.
Langkah Irak ini kemudian memicu Perang Teluk Persia (biasa disebut “Perang Teluk”). Pada 16 Januari 1991, pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat melancarkan serangan ke Irak untuk mengakhiri pendudukan Irak atas Kuwait.
Pemberontakan internal dari kalangan orang-orang Kurdi terjadi dan berhasil ditumpas dengan pertumpahan darah. Ribuan orang melarikan diri ke kamp-kamp pengungsi di sepanjang perbatasan utara negeri tersebut. Ribuan orang yang tak terhitung jumlahnya dibunuh, juga dikirim ke penjara.
Serangan teror 11 September 2001 di Amerika Serikat membawa babak baru terhadap wajah Irak dan kekuasaan Saddam Hussein. Ia dan negaranya mendapat tuduhan dari pemerintahan George W Bush telah mendalangi aksi teror ini dengan memberi kelompok teroris senjata kimia.
Sejak itu, Saddam menjadi target utama penangkapan. Setelah serangkaian pelarian Saddam di sudut-sudut kota Irak, pada 13 Desember 2003 ia berhasil ditangkap di Tikrit. Kematiannya sudah makin dekat. Serangkaian tuduhan atas kejahatan perang dan pelanggaran HAM masa lalu dilimpahkan di pengadilan.