JAKARTA, BENTENGTIMES.com – Setelah melalui sidang yang digelar Dewan Kehormatan dan Mahkamah Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun akhirnya dipecat dari partai berlambang Mercy tersebut. Adapun Jhoni dipecat dari Demokrat karena dianggap terlibat dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) atau upaya kudeta di Demokrat.
Baca: Ini Profil dan Harta Jhoni Allen Marbun yang Disebut-sebut Mau Mengkudeta AHY
Baca: Duet Puan-AHY Maju di Pilpres 2024 Mencuat
Selain Jhoni Allen Marbun, enam orang kader lain yang dipecat, yakni Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Syofwatillah Mohzaib, dan Ahmad Yahya dan Marzuki Alie. Marzuki Alie yang merupakan mantan Sekjen Demokrat dipecat karena dinilai terbukti melanggar etika. Mantan Ketua DPR itu dinilai telah menyatakan secara terbuka tentang kebencian dan permusuhan kepada Partai Demokrat di media massa agar diketahui publik secara luas.
Dan, usai pemecatan, politisi kelahiran Samosir ini pun ‘menyerang’ Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan melempar berbagai tudingan. Tudingan itu disampaikannya lewat video yang tersebar.
Salah satunya, Jhoni menuding bahwa SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat. Jhoni menyebut bahwa SBY baru muncul setelah mengundurkan diri sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan era Presiden Megawati Soekarnoputri.
“Pak SBY setelah mundur dari kabinet Ibu Megawati baru muncul pada acara Partai Demokrat di Hotel Kinasih di Bogor. Di mana saat itu saya ketua panitianya. Ini menegaskan bahwa SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat,” kata Jhoni dalam video tersebut.
Dia menyebut bahwa SBY baru bergabung dengan Partai Demokrat setelah partai ini lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti Pemilu 2004. Ia mengeklaim bahwa dirinya dan para kader Demokrat-lah yang telah bersusah payah meloloskan partai pada Pemilu 2004. Bahkan, kata Jhoni Allen Marbun, SBY hanya menyumbang Rp100 juta ke dalam bentuk empat lembar travel check di hotel daerah Bogor dalam partisipasinya pada Pemilu 2004.
“SBY bergabung dengan Partai Demokrat setelah lolos verifikasi KPU dengan memasukkan almarhumah Ibu Ani Yudhoyono sebagai salah satu Wakil Ketua Umum. Dan hanya menyumbang uang Rp100 juta dalam bentuk empat lembar travel check di hotel di Bogor,” ujarnya.
Baca: Antara Luhut dan SBY, Soal Data Kemiskinan di Indonesia
Baca: PDIP ‘Serang Balik’ SBY
Ia juga menunding SBY tidak berkeringat dalam meloloskan partai di kancah Pemilu 2004. “Demi Tuhan saya bersaksi, bahwa SBY tidak berkeringat sama sekali. Apalagi berdarah-darah sebagaimana pernyataannya di berbagai kesempatan,” ungkap Jhoni.
Dia juga menuding SBY telah merekayasa hasil Kongres V Partai Demokrat pada 2020 lalu yang mengukuhkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
” SBY mendesain seluruh ketua-ketua DPD seluruh Indonesia untuk mendeklarasikan AHY sebagai ketua umum. Itulah yang mereka sebut aklamasi. Makanya, AHY berada di puncak gunung, tapi tidak pernah mendaki,” kata Jhoni.
Dalam Kongres V Demokrat, katanya, sama sekali tidak ada bahasan mengenai tata tertib acara hingga syarat pemilihan ketua umum. Selain itu, tidak ada pula laporan pertanggungjawaban dari SBY selaku ketua umum sebelumnya. Bahkan, Jhoni menyebut peserta kongres yang tidak punya hak suara diusir keluar arena setelah pidato SBY. Padahal, menurut Jhoni, semua peserta kongres seharusnya memiliki hak untuk berbicara. Sementara itu, hak suara hanya digunakan pada saat pemilihan ketua umum atau jika ada perbedaan pendapat.
Baca: Soal Isu Kudeta Demokrat, Djarot: Maaf, Ini Menunjukkan Kelemahan Mas AHY
Baca: Makan di Martabak Markobar, Gibran Berikan Kertas pada AHY, Isinya Mengejutkan
Oleh karena itu, ia berpendapat, AHY tidak pernah berupaya mendaki ke puncak gunung, tetapi tiba-tiba berada di puncak. Sehingga, AHY tidak mengetahui bagaimana cara turun gunung dalam menghadapi konflik internal partai.
“AHY selaku ketua umum tidak tahu cara turun gunung, sehingga bapaknya, SBY yang saya hormati menjadi turun gunung. Inilah yang disebut krisis kepemimpinan,” kata dia.
Menanggapi ini, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan bahwa tudingan-tudingan yang dilontarkan adalah ekspresi kekecewaan seseorang yang baru dipecat.
“Apa yang disampaikan, itu hanya nyanyian sumbang orang-orang yang kecewa karena dipecat,” kata Herzaky.
Herzaky mengatakan, Jhoni dan enam kader lain yang dipecat untuk seharusnya tidak terbawa perasaan. Sebab, kata Herzaky, pemecatan Jhoni dan kawan-kawan merupakan kesalahan dari para mantan kader tersebut
“Anda-anda dipecat karena tindakan Anda sendiri, terlibat dalam Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat dan bekerja sama dengan oknum kekuasaan melakukan abuse of power serta mencederai demokrasi Indonesia,” ujar dia.
Herzaky juga memberi penjelasan soal tudingan Jhoni yang menyebut SBY bukan pendiri Partai Demokrat. Menurut Herzaky, pernyataan Jhoni tersebut berusaha memanipulasi sejarah pendirian Partai Demokrat. Ia menjelaskan, gagasan membentuk Partai Demokrat dimulai ketika SBY kalah dari Hamzah Haz untuk menjadi calon wakil presiden Megawati Soekarnoputri dalam pemilihan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 2001.
“Bapak Ventje Rumangkang (almarhum) kemudian menyarankan SBY mendirikan partai. Bapak Ventje menyampaikan bahwa banyak orang yang menginginkan SBY menjadi pemimpin nasional, termasuk menjadi wakil presiden,” tutur dia.
Baca: Djarot Bertanya Apa yang Dilakukan SBY di Sumut, Seribuan Kader Beri Jawaban Mengejutkan
Baca: Tiga Hari di Rumah Sakit, Dokter Fenomenal Ini Yang Tangani SBY
Herzaky mengatakan, saat itu SBY tidak mungkin menjadi wakil presiden karena tak memiliki partai. Ia menyebut, SBY akhirnya mengamini usulan Ventje setelah berdiskusi dengan Ani Yudhoyono. SBY pula lah yang menciptakan nama, logo, bendera, mars dan manifesto politik Demokrat.
“Partai ini pun didirikan pada 9 September 2001, mengambil tanggal yang sama dengan hari ulang tahun SBY pada tanggal 9 bulan sembilan,” kata Herzaky.