Tahapan Baru Aja Dimulai Tapi Kampanye Sudah Gencar, Mana Bawaslu?
- BENTENGTIMES.com - Jumat, 20 Jul 2018 - 00:34 WIB
- dibaca 321 kali
MEDAN, BENTENGTIMES.com– Modus kampanye terselubung di luar masa resmi kampanye, baik itu oleh partai politik (parpol) maupun calon legislatif (caleg), seperti kampanye ganti presiden, juga kampanye di rumah ibadah harus diperhatikan benar penyelenggara pemilu. Sebab kampanye haruslah memiliki alur dan di waktu yang tepat sebagaimana jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU.
Demikian disampaikan Koordinator Daerah Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (Korda-JPPR) Darwin Sipahutar, Kamis (19/7/2018). Darwin sepakat bahwa kampanye merupakan salahsatu instrumen yang efektif menggalang massa pemilih, namun haruslah tetap mengikuti alur dan ketentuan waktu yang sudah ditetapkan.
“Jujur, kita prihatin terhadap proses demokrasi Indonesia saat ini,” ucap Darwin.
Dia mencontohkan seperti hastag #2019 ganti presiden adalah salahsatu bentuk modus kampanye terselubung oleh parpol maupun caleg. Ini belum lagi kampanye terselubung dilakukan di rumah ibadah-rumah ibadah.
Soal pentingnya partisipasi, menurut Darwin, juga harus mempertimbangkan berbagai aspek. Termasuk untuk tidak menggunakan politisasi SARA (suku, agama, ras dan antargolongan). Sebab jika hal itu dibiarkan maka akan memunculkan kegaduhan politik.
“Oleh sebab itu, penyelenggara pemilu harus bertindak,” ucap Darwin.
Sebagaimana pada Pasal 267 UU Nomor 7 Tahun 2017, hendaknya kampanye merupakan pendidikan politik di masyarakat, kampanye bisa dikeluarkan dengan penetapan Daftar Calon Tetap hingga masa tenang. Maka dari itu, Darwin mengajak semua elemen menghormati kewenangan KPU (Komisi Pemilihan Umum).
Hal senada disampaikan Manager JPPR Sumut Samsul Halim Ritonga. Menurut Samsul, setiap orang yang denga sengaja berusaha menjatuhkan seseorang sebelum dimulainya konstestasi politik maka hal itu dikategorikan menciderai asas-asas demokrasi.
Tentang hastag #2019GantiPresiden, menurut Samsul, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) demi tegaknya demokrasi dan integritas pemilu harus tegas, bukan bersikap normatif. Termasuk mengambil tindakan terhadap keberadaan alat peraga atau konten yang berkaitan dengan pemilu 2019.
“Ini tahapan belum dimulai, tapi kampanye sudah gencar. Itu #2019GantiPresiden, bila meresahkan masyarakat, pengawas pemilu harus bersikap,” tegasnya.
Mengenai kegiatan yang akan berlangsung pada 22 Juli 2019, dilaksanakan di Kota Medan, merupakan hal yang wajar dan sah, tetapi harus diperhatikan mekanisme perundang-undangan yang mengatur soal Pemilu 2019.
“Pergantian kepemimpinan nasional merupakan amanah konstitusi setiap lima tahun. Kalau saat ini ada gerakan yang mengumpulkan massa untuk mengganti presiden, gerakan tersebut adalah bentuk pencideraan demokrasi dan kedaulatan rakyat Sumatera Utara,” tandasnya.