MEDAN, BENTENGTIMES.com – Salah satu tindakan tidak terpuji yang dilakukan simpatisan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) yang meneriaki Djarot Saiufl Hidayat agar pulang ke Jawa dinilai sebagai perilaku yang tidak meahami kebangsaan dan kepemudaan. Pasalnya teriakan tersebut tidak tepat dilontarkan kepada putra bangsa yang ingin maju membangun Sumatera Utara dengan konsep Sumut bersih dan hebat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh tokoh Sumut, Ustaz H Sahrul Efendi Siregar usai menyaksikan acara debat publik Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumut 2018 yang dilaksanakan di hotel Santika Premiere Dyandra Medan.
Sahrul Efendi Siregar menilai bahwa teriakan-teriakan yang terdengar dari kubu pasangan calon nomor urut satu tersebut adalah gambaran ketidakpahaman tentang konsep bernegara, khususnya Sumpah Pemuda yang dideklarasikan satu bangsa, satu bahasa dan tanah air.
“Calon gubernur mereka hendaknya memberikan bimbingan kepada pemuda agar sadar Sumpah Pemuda. Masa jenderal bintang tiga pendukungnya tidak paham bertanah air satu, kalau kita akui bertanah air satu bertumpah darah satu berarti Djarot orang Indonesia,” katanya, Minggu (6/5/2018).
Lulusan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut yang mendapat gelar Master Ekonomi Islam tersebut mengatakan bahwa masyarakat Sumut harus membuka mata, buka hati dan buka pendengaran agar memahami apa-apa saja tujuan dari berbangsa yang lahir untuk kemajuan dan kemandirian bersama.
Mereka yang meneriaki Djarot pulang ke Jawa adalah orang yang merasa merdeka di kampungnya sendiri tetapi tidak merasakan kemerdekaan itu.
“Ketika dalam yel-yel mereka mengatakan pulang ke Jawa, berarti orang-orang yang tidak menghargai sebuah kesatuan NKRI. Orang yang tidak paham NKRI, termasuk tidak menginginkan Sumut bangkit, bagaikan orang yang merasa merdeka di kampungnya sendiri tetapi tidak merasakan kemerdekaan itu,” katanya.
Sekadar untuk diketahui dalam debat publik Pilgub 2018 di hotel Santika Premiere Dyandra Medan, sejumlah simpatisan pasangan Eramas meneriaki Djarot agar pulang ke Jawa. Tidak diketahui pasti apa tujuan teriakan tersebut.
Namun teriakan itu dinilai sebagai warna dari ketidakpahaman masyarakat bahwa konsep bernegara bukan dibatasi oleh Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), melainkan ideologi Pancasila.
“Kita berharap itu diajarilah, karena kita mencari pemimpin Sumut yang baik dan memahami konsep perbedaan,” ujarnya.