MEDAN, BENTENGTIMES.com – Program pengembangan pendidikan anak yang digagas pasangan DJOSS dianggap sejalan dengan Nawacita Jokowi, khususnya poin kelima hingga kesembilan. Demikian disampaikan praktisi pendidikan Sumatera Utara (Sumut), Agus Marwan.
Ia menilai program pengembangan pendidikan anak yang digagas pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus, jagoan dari PDI Perjuangan dengan kunjungan ke perpustakaan serta sumbangan buku, merupakan bukti nyata keseriusan untuk mencerdaskan anak bangsa.
Program tersebut juga beriringan dengan Nawacita Jokowi, khususnya poin kelima hingga kesembilan.
Menurut Agus, pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan perkembangan pendidikan zaman sekarang. Terlebih, dengan hadirnya persaingan global, serta masuknya masyarakat ASEAN (MEA), tuntutan menciptakan SDM yang bisa bersaing harus disiapkan sejak dini.
Selain itu, tantangan teknologi informasi yang begitu cepat juga harus diikuti untuk menghadapi persaingan.
Oleh sebab itu, program literasi dalam pembangunan daerah yang digagas pasangan ini sangat tepat untuk menghadapi berbagai tantangan zaman.
“Kunjungan pasangan DJOSS, seperti ke perpustakaan dan sumbangan buku, itu merupakan hal yang menarik. Artinya pasangan ini sangat peduli akan SDM berkualitas. Pasangan DJOSS mengerti arti dan fungsi literasi,” ujar Agus Marwan, beberapa waktu lalu.
Agus juga menjelaskan, di era kebebasan informasi, dibutuhkan keterampilan literasi. Tujuannya agar masayarakat bisa menyaring informasi-informasi yang bermanfaat.
Konteks luasnya, literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis, tapi saat ini berkembang menjadi keterampilan untuk mencari, memahami dan memanfaatkan informasi dengan tanggung jawab.
“Abad 21, abad zaman now, semua orang dituntut untuk melek informasi. Pendidikan adalah kunci untuk masyarakat literasi informasi. Kepedulian pasangan DJOSS sejak dini dalam pendidikan adalah suatu kepedulian perkembangan dalam memanfaatkan informasi dengan baik,” imbuhnya.
Agus juga memaparkan, kemampuan literasi anak Indonesia masih jauh dari memuaskan. Laporan UNESCO tahun 2011, dari seribu orang Indonesia, hanya satu yang memiliki minat serius membaca. Bahkan Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang minim literasi.
“Karena itu dibutuhkan pemimpin seperti pasangan DJOSS, yang selalu mendukung pembangunan perpustakan, lalu menyumbangkan banyak buku untuk dibaca sebagai alat menambah wawasan,” tutup Agus Marwan.