MEDAN, BENTENGTIMES.com – Sumatera Utara (Sumut) benar-benar terhentak saat Ketua Umum Megawati Soekarno Putri menghunjuk Djarot Saiful Hidayat untuk maju jadi calon Gubernur Sumatera Utara. Tak lama kemudian, Sumut terhentak lagi karena sosok yang dihunjuk mendampingi Djarot adalah Sihar Sitorus, yang merupakan anak legenda Batak Sutan Raja DL Sitorus.
Kedua sosok ini terbilang ahli dan diyakini mampu memperbaiki dan membangun Sumut. Tentu, ada alasan yang kuat. Djarot adalah seorang ahli pemerintahan. Dia adalah tokoh fenomenal yang sarat pengalaman di pemerintahan negeri ini.
Pria kelahiran Magelang, 6 Juli 1962 ini menamatkan pendidikan sarjananya di Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya (UB). Ia kemudian melanjutkan masternya di Fakultas Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Selepas kuliah, Djarot memulai kariernya sebagai dosen di Universitas 17 Agustus (Untag) 1945 Surabaya. Dari dosen, dia kemudian menduduki jabatan dekan, hingga Pembantu Rektor di Untag 1945.
(BACA: Anda Perlu Tahu Biar Jangan Asal Pilih)
https://www.bentengtimes.com/politik/2018/02/06/58/anda-perlu-tahu-biar-jangan-asal-pilih-2/
Pasca reformasi, tepatnya tahun 1998, Djarot merambah ke dunia politik. Pada tahun 1999, dia bergabug dengan PDIP untuk maju sebagai calon anggota legislatif dan terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Timur periode 1999-2004.
Baru setahun menjadi anggota legislatif, dia bertarung menjadi Walikota Blitar pada tahun 2000. Dalam Pilkada tersebut, Djarot terpilih sebagai Walikota periode 2000-2005. Pada Pilkada berikutnnya, Djarot sukses kembali menjadi Walikota Blitar untuk kedua kalinya.
Kemenangan Djarot hingga dua periode memiliki alasan yang kuat. Sebagai seorang pimpinan di Kota Blitar, Djarot sangat membatasi adanya kehidupan metropolitan yang serba mewah di kotanya, seperti berdirinya pusat perbelanjaan/mall modern dan gedung-gedung pencakar langit. Ia lebih suka menata pedagang kaki lima yang mendominasi roda perekonomian di kotanya.
Dengan konsep matang yang telah ia rencanakan, Djarot berhasil menata ribuan pedagang kaki lima yang dulunya kumuh di kompleks alun-alun kota menjadi tertata rapi. Rencana yang ia terapkan ternyata berhasil mendongkrak perekonomian di Blitar, tanpa adanya mall dan supermarket layaknya di kota-kota besar. Djarot dikenal warganya sebagai wali kota yang merakyat, sederhana dan gemar blusukan untuk melihat kondisi langsung di lapangan.
Bahkan, ia lebih memilih menggunakan sepeda untuk melihat kondisi langsung rakyatnya. Kota Blitar di bawah kepemimpinannya mendapat gelar adipura 3 kali berturut-turut, yakni pada tahun 2006, 2007 dan 2008.
(BACA: JR-Ance, Pasangan Baja yang Lahir dari Proses Kegetiran)
Prestasi Djarot yang sering dibincangkan adalah pembangunan Rumah Sakit Mardi Waluyo yang bertaraf nasional. Jika melihat dari prestasi dan gaya dari kepemimpinannya, tak heran jika Djarot mampu memimpin kota Blitar hingga dua periode. Padahal sumber data sangat minim, karena jarang sekali diliput media, tapi prestasinya sangat tinggi dan bisa dicari ketika ditanya oleh warga Blitar.
Bahkan, Djarot mendapatkan suara sebesar 70 persen pada Pilkada Kota Blitar. Itulah mengapa Djarot menjadi 10 Kepala Daerah terbaik tahun 2008 versi Majalah Tempo.
Atas kontribusi positif yang telah ia buat sebagai seorang walikota, ia mendapat penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah pada tahun 2008. Djarot juga mendapatkan Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan.
Jelas saja. Selama sepuluh tahun, pendapatan asli daerah kota seluas 32,58 kilometer persegi itu mengalami peningkatan. Sebelum tahun 2000, PAD Kota Blitar sekitar Rp2,5 miliar. Sedangkan sembilan tahun kemudian, PAD-nya melonjak menjadi Rp39,86 miliar.
Pembangunan Kota Blitar berkembang. APBD Kota Blitar dari Rp38,625 miliar naik menjadi Rp387 miliar. Indeks pembangunan manusia (IPM) warga Blitar turut terkeret sekitar sembilan poin, dari 68,9 pada 2000 menjadi 77,12 di 2009. Pencapaian itu merupakan yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur pada 2009.
Setelah menjabat Walikota Blitar selama dua periode, Djarot kembali aktif di PDIP tingkat Provinsi Jawa Timur hingga kemudian mencalonkan diri sebagai caleg DPR pusat. Dia terpilih untuk periode 2014-2019. Lagi-lagi, belum lama menjalankan tugas dewan, dia diajukan PDIP untuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kosong.
Dia menggantikan posisi Ahok yang naik menjadi gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi presiden. Ia pun resmi mendampingi Ahok untuk periode 2014-2017.
Dan, kemampuan Djarot yang mumpuni di pemerintahan akan didukung oleh pasangannya, Sihar Sitorus, yang ahli dalam bidang ekonomi. Walau dia adalah anak pengusaha super sukses DR Sutan Raja DL Sitorus, Sihar tetap berjuang mendapatkan pendidikan sebagai modalnya di masa depan. Dia menempuh pendidikan bidang ekonomi di universitas ternama di luar negeri.
Pria kelahiran Jakarta, 13 juli 1968 ini meraih gelar Master of Businees Administration dari Creighton University Ohama, NE, USA. Kemudian dia mengenyam pendidikan Program Diploma Busnees Economic di Strathclyde University, Glasgow. Sihar kemudian mendapatkan gelar Doctor of Businees Adminitration dari Manchester Businees School, Manchester, UK pada tahun 2005.
Sihar pun mengaplikasikan ilmunya sembari mencari jati diri dengan bekerja di PT Freeport Indonesia pada 1993 hingga 1995. Kemudian dia bekerja di PT Bursa Efek Jakarta.
Dan, saat Jokowi-Jusuf Kalla dinyatakan sebagai presiden-wakil presiden terpilih, dia mendapatkan tempat penting dalam tim kampanye bidang ekonomi Joko Widodo-Jusuf Kalla. Selanjutnya, dia menduduki posisi sebagai tenaga ahli Kementerian Koordinator PMK.
Sihar juga turut membangun sepakbola Indonesia, khususnya PSMS Medan. Sihar Sitorus pernah menjadi ketua umum PSMS Medan. Selain itu, dia mendirikan tiga klub yakni Medan Chiefs Deli Serdang dan Pro Titan dan Nusaina Fans Club (FC).
Tak hanya itu, keseriusannya yang besar dalam persepakbolaan juga ditunjukkan dengan menggelontorkan dana yang besar bagi PSMS Medan, agar tetap bisa berlaga di di Indonesia Super League (ISL).
Sihar Sitorus juga merupakan mantan anggota komite eksekutif (Exco) PSSI yang dikenal mempunyai ide-ide cemerlang untuk sepakbola. (md/berbagai sumber)