MEDAN, BENTENGTIMES.com– Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Padanglawas Utara (Paluta) masih terus memburu mantan Anggota DPRD Paluta Syafaruddin Harahap. Politisi PDIP ini merupakan terpidana dua tahun penjara atas kasus penggelapan.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) Sumanggar Siagian mengatakan, saat ini sedang fokus mencari mantan wakil rakyat Paluta itu. Bahkan, terpidana kasus kasus penggelapan tersebut telah masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Paluta.
“Foto dan identitas terpidana itu sudah disebarluaskan di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumut agar dilakukan penangkapan,” kata Sumanggar, di Medan, Jumat (12/3/2021).
Dia mengungkapkan, perkara Syafaruddin telah berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung (MA) pada Tahun 2019 yang menghukum terdakwa dua tahun penjara dalam kasus tindak pidana penggelapan.
Baca: Ada Mayat di Perairan Kwala Serapuh, Apa Itu ABK KM Bintang Surya 88 Yang Terjatuh?
Baca: Kajari Toba Laporkan Cucunya, Perkara Uang Rp600 Juta
Sumanggar berujar, pada 21 Desember 2020, Kejari Paluta telah mendatangi rumah terpidana untuk melaksanakan eksekusi putusan MA. Namun, Syafaruddin ternyata tidak berada di tempat.
Kejaksaan Negeri Paluta kemudian meminta bantuan Kejati Sumut agar mengeluarkan surat pencekalan terhadap terpidana yang DPO itu. Atas permintaan itu, Kejati Sumut telah mengeluarkan surat pencekalan terhadap Syafaruddin agar tidak kabur ke luar negeri.
Untuk diketahui, perkara ini bermula dari laporan Tetty Harahap (43), warga Desa Hiteurat, Kecamatan Halongonan, Kabupaten Paluta, ke Unit Reskrim Polres Tapsel, dengan Nomor: LP/45/2016/SU/TAPSEL, tertanggal 24 Maret 2018.
Perkara tersebut dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejari Paluta. Lalu, pada 31 Juli 2018, berkasnya dilimpahkan ke PN Padang Sidimpuan. Kasus ini mulai bergulir di persidangan sejak 24 Oktober 2018.
“Berdasarkan dakwaan, Mahadewa Harahap yang merupakan mertua Tetty Harahap pernah memberikan kuasa kepada Syafaruddin Harahap untuk mengurus tanah warisan kurang lebih 2.500 hektare berlokasi di Desa Sijabi-jabi, Kecamatan Simangambat, Paluta. Di kemudian hari, Mahadewa meninggal dunia dan dilanjutkan sama anaknya bernama Bangsa Alam yang merupakan suami dari Tetty Harahap,” kata Budi Darmawan, Kepala Seksi Bidang Intelijen (Kasintel) Kejari Paluta, , Selasa (22/12/2020).
Baca: Dugaan Penggelapan di Yayasan Hindu Siantar, Bapak dan Anak Jadi Tersangka
Baca: Pengalaman Pahit Tumin, Niat Bantu Malah Ditipu Menantu, Tanah 4.460 Meter ‘Lewong’
Kemudian hari, lanjut Budi Darmawan, Bangsa Alam meninggal dan tanah itu diwarisi oleh Tetty Harahap.
“Nah setelah Tetty Harahap melanjutkan (pemegang hak atas tanah) terpidana Syafaruddin pernah meminjam surat lagi kepada Tetty, dan diserahkan,” kata Budi Darmawan.
Lalu, Tetty mendapat info jika surat-surat tersebut dipakai terpidana untuk atas nama pribadi terpidana, bukan atas nama Tetty. Kemudian, Tety meminta surat tersebut dan terpidana tidak mau menyerahkan surat tersebut kepada Tetty.
“Makanya Tety melaporkan terpidana sehingga naiklah perkara ini,” ujar Budi Darmawan.
Kemudian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Paluta Ferry M Julianto menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 372 dan 378 KUHP tentang Penggelapan surat tanah milik korban Tetty Harahap, dan menuntut terdakwa dengan hukuman selama 1 tahun penjara.
Kemudian, majelis hakim PN Padangsidimpuan menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap mantan Anggota DPRD Paluta dari PDIP ini.
Baca: Kisruh Yayasan Hindu Siantar, Kuasa Hukum Teradu: Pembina Tamat SD, Cemanalah..
Baca: Kisruh Belum Selesai, Forum Umat Hindu Angkat Bicara
Namun, terdakwa melalui penasihat hukumnya Dipo Alam Siregar mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan.
Oleh Pengadilan Tinggi Medan, Syafaruddin Harahap dinyatakan bebas, sehingga pihak JPU dari Kejari Paluta melakukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.
MA kemudian memutuskan bahwa Syafaruddin terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun terkait tindak pidana penggelapan. Kejari Paluta pun melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 923 K/Pid/2019.
Dijelaskan bahwa pihaknya sudah dua kali melakukan pemanggilan dua kali namun mangkir. Terhadap terpidana Syafaruddin Harahap telah dilakukan pemanggilan secara patut dan layak, namun yang bersangkutan tidak mengindahkan panggilan tersebut.
Baca: Wakil Bupati Paluta Divonis 1,5 Bulan Penjara
Baca: Malam Membara di Sei Lepan Langkat, 9 Rumah Terbakar, Pemicu Obat Nyamuk
Jaksa Eksekutor beserta Tim Pamgal Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara bersama polisi Polsek Padang Bolak kemudian mendatangi kediaman Syafaruddin pada 21 Desember 2020, pagi sekira pukul 10.30 WIB. Namun, terpidana Syafaruddin tidak berda di tempat.
Alasan Berobat, Pasang Ring Jantung
Lalu, Kejari Paluta secara resmi menetapkan Syafaruddin Harahap sebagai DPO terhitung tanggal 21 Desember 2020.
“Kita tetapkan sebagai DPO karena yang bersangkutan tidak kooperatif, ketika mau kita lakukan eksekusi, kita juga sudah melakukan langkah komunikatif. Jadi pada Senin, 21 Desember kemarin itu, kami untuk yang kedua kalinya ke rumah beliau tapi yag bersangkutan selalu tidak ada dan keberadaannya selalu ditutupi oleh keluarganya,” ujarnya.
Dia membeberkan kehadiran Jaksa Eksekutor di rumah terpidana disambut istri terpidana. Selanjutnya diberikan penjelasan terkait eksekusi terpidana Syafaruddin Harahap. Tetapi, istri terpidana Syafaruddin Harahap menyampaikan jika suaminya sedang berobat untuk pemasangan ring jantung.
Baca: Perkara Penggelapan Uang SPBU Rp7 Miliar, Meliani Dituntut 5 Tahun Penjara
Baca: Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemenag Sumut, Iwan Zulhami dan Zainal Arifin Ditahan
Namun, istri Syafaruddin menurut Budi Darmawan, tidak dapat menyampaikan surat sakit yang membenarkan terpidana tersebut sedang berobat.
“Serta istri terpidana mencoba memberikan narasi pembenaran atas kasus terpidana tersebut. Namun pihak Jaksa Eksekutor meminta kepada istri terpidana agar hadir segera di kantor Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara untuk melaksanakan putusan yang sudah inkrah,” tukasnya.
Budi Darmawan mengungkapkan, kehadiran jaksa eksekutor untuk kedua kalinya mengalami kendala dan hambatan, dimana terpidana diduga menghindari proses eksekusi dengan alasan sakit.
Baca: Oknum Honorer Dinas PU Paluta Ditangkap Saat Konsumsi Sabu
Baca: Dugaan Korupsi Dana Desa di Labura, Rp1,3 Miliar Dipegang Sendiri Oleh Kades
Dan, keluarga terpidana menurut Budi Darmawan, juga diduga berusaha menyembunyikan terpidana dengan tidak memberikan informasi apapun tentang keberadaan terpidana.
Sehingga tim jaksa eksekutor berpendapat memasukkan terpidana Syafaruddin Harahap dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).