SIMALUNGUN, BENTENGTIMES.com – Ribuan orang tampak tumpah ruah di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Selasa (3/6/2018). Di hari yang cerah itu, akan digelar tabur bunga sekaligus peletakan batu pertama pembangunan monumen bagi para korban tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba.
Lokasi itu tampak sangat ramai. Mereka tampak membawa bunga. Di sudut lain, tampak sejumlah buku Yasin, sajadah yang dibentangkan di atas tikar, juga ada tempat berwudu. Semua itu adalah untuk persiapan menunaikan Sholat Gaib.
(BACA: Tangisan Ibu Korban KM Sinar Bangun: Kemarin Kau Bilang Mau ke Berastagi, Nak…)
Di tengah keramaian itu, tampak seorang bayi 7 bulan dalam gendongan neneknya. Dia tampak asyik mengisap jarinya. Beberapa warga yang hadir pun terlihat bermain-main dengan bayi tersebut. Mereka menarik jari bayi itu dari mulut, bayi itu tampak berontak dan memasukkan kembali jarinya ke mulut. Begitulah seterusnya yang membuat warga semakin gemas bermain-main dengan bayi tersebut.
Dan, ternyata, bayi bernama Alif Septian itu adalah generasi yang tertinggal dari kakek-neneknya yang membawanya ke Pelabuhan Tigaras itu. Sebab, ayah dan ibunya, begitu juga adik ayahnya beserta istri dan anak mereka, turut dalam tragadi yang menguras air mata itu.
(BACA: Kesaksian Korban KM Sinar Bangun: Saya Teriak Sedang Hamil, Mereka pun Tolong Saya)
Muhammad Saleh (51) dan Muntia (50), kakek dan nenek Alif mengatakan bahwa ayah Alif, Donni Septian (28), dan ibundanya Airinsyah (29), termasuk dalam dua dari 164 penumpang KM Sinar Bangun yang belum ditemukan.
Duka Saleh dan Muntia makin mendalam karena adik Donni, Juriko (23) bersama istrinya Suyeni (21), dan anaknya Riki Dirgantara (3) turut dalam musibah memilukan itu. Dua bersaudara itu sedang pergi berlibur merayakan Lebaran 2018 ke Kabupaten Samosir, bersama kerabatnya berjumlah enam orang.
Pasangan suami istri yang merupakan warga Huta (Kampung) Manik Huluan, Nagori (Desa) Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun itu sangat syok.
Mereka awalnya tidak mampu menerima kenyataan pahit yang menyedihkan itu, bahkan mempertanyakan ketetapan yang telah terjadi pada anaknya dan diri mereka kepada Allah. Garis keturunan mereka nyaris habis. “Hanya tinggal si Alif ini,” sebutnya.
Mereka juga mengaku sering menitikkan air mata saat memandang cucunya yang sedang tidur pulas, terharu dengan ketidakrewelannya dan nasibnya kelak.
Saleh mengaku masih merasakan adanya beban berat bila Alif nantinya menanyakan keberadaan orang tuanya dan reaksi dari cucu semata wayangnya itu. Sekarang ini, Alif menjadi penghibur duka. Entah bagaimana perasaannya kelak ketika sudah besar.
Syukur, dalam kesedihan itu, sanak keluarga dan tetangga memberikan semangat dan penghiburan, mengingatkan akan kuasa Allah yang telah menjalankan takdir atas diri hamba-Nya.
Harapan baru juga datang, saat Bupati Simalungun JR Saragih berkunjung ke rumah dan berjanji memberikan bantuan biaya untuk Alif sebesar Rp1 juta setiap bulan dari anggaran pemerintah.
“Alif menjadi anak Pemkab Simalungun dan biaya tetap berjalan selama saya menjabat sebagai bupati,” kata JR Saragih.
Untuk memberikan semangat baru bagi pasangan Saleh dan Muntia, Bupati menyerahkan uang Rp50 juta untuk pembuatan balai pertemuan desa mengabadikan nama Alif.