SAMOSIR, BENTENGTIMES.com – Kepala Desa Simanindo Robert Sidauruk hanya mampu terduduk lemas menyapa handai taulan yang silih berganti datang ke rumahnya untuk memberikan penghiburan, karena anak pertamanya Robert turut dalam tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun pada Senin (18/6/2018) lalu.
Padahal, Robert Sidauruk tak menyangka bahwa anaknya, Jaya Sidauruk, ikut di KM Sinar Bangun tersebut. Dia menceritakan bahwa sejak dua bulan terakhir, Jaya Sidauruk tidak lagi bekerja sebagai kru KM Sinar Bangun. Dikatakan bahwa anaknya tersebut sudah lima tahun ini bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di Simanindo.
(BACA: Kemarahan Keluarga Korban: 12 Keluarga Saya di Dalam, Kalian Tidak Merasakan Itu!)
“Pekerjaan Jaya dulunya di kapal ketika aktif sebagai ABK biasanya memasukkan sepedamotor dan penumpang. Namun, Senin lalu rupanya Jaya ikut lagi di KM Sinar Bangun,” ujarnya, Kamis (21/6/2018).
“Entah kenapa dia pergi sore itu. Padahal sudah dua bulan enggak pernah ke danau,” ujar Robert.
Robert mengaku bahwa dia masih sempat melihat dari kejauhan saat kejadian kapal karam dari Pelabuhan Simanindo. Selanjutnya dia ikut menolong serta membawa korban selamat ke Puskesmas Simarmata. Tapi, dirinya tidak menyangka ternyata anaknya ikut di dalam kapal maut itu.
(BACA: Identitas Wanita yang Ditemukan Tewas Teridentifikasi: Boru Saragih, Warga Sidamanik)
“Kami masukkan sekitar pukul 18.30 WIB tujuh korban ke mobil. Lalu saya ikut antar langsung ke Puskesmas Simarmata. Rupanya pukul 07.30 WIB aku diberitahu kawan, ternyata anakku si Jaya dilihatnya di kapal itu waktu berangkat,” ujarnya.
Dia mengisahkan, beberapa hari sebelum kejadian, mereka masih pergi ke Pangururan. Di sana, mereka sekeluarga makan mi dan saat itu Jaya minta dibelikan baju baru oleh ibunya. “Saya pun beli,” ungkap ibunya, Ratna Sinaga.
Meski dalam keadaan tidak bernyawa, bagi keluarganya yang terpenting jasad anaknya bisa mereka lihat untuk yang terakhir kalinya.
Robert mengaku sangat terpukul dengan kejadian ini. Namun, ia membandingkan dirinya dengan keluarga korban lain yang hilang sekeluarga. Dia merasa duka tersebut bukan hanya dukanya.
“Holan i nama mambahen tenang iba otik. Ni pikkiran ma, boha muse ma na sakeluarga i. Ale pangidoan nian, tarida ma nian bakke na i (Itulah yang membuat aku sedikit tenang. Kalau dipikirkan, bagaimana lagi;ah yang hilang sekeluarga. Tapi, permintaanku, maunya jasadnya ditemukan),” harap Robet.
Robert juga mengaku melihat saat kapal tersebut berangkat dengan kondisi penumpang dan sepedamotor yang penuh. Dan, sepengetahuannya, hal-hal seperti ini tak pernah diawasi Dinas Perhubungan.
Bahkan, Pos Pam Lebaran yang disiagakan di Pelabuhan Simanindo tidak melakukan pelarangan kepada pemilik kapal. Petugas-petugas yang ada di Pos Pengamanan hanya melihat penumpang yang masuk ke KMP Sumut I saja. Dikatakan, petugas Dinas Perhubungan hadir hanya meminta retribusi.
Masih kata Robert, sepengetahuannya, usia KM Sinar Bangun sudah sekitar 20 tahun. Lambung kapal juga sudah pernah direhab, tetapi malah dibangun menjadi tiga tingkat. “Menurutku, ini kurang kontrol Dinas Perhubungan,” ucapnya.