JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Pemerintah telah sepakat menghapus tenaga honorer di lingkungan pemerintahan mulai 2023 mendatang, sejalan dengan mandat yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018.
Harus diakui bahwa tenaga honorer di Indonesia masih memiliki status tidak jelas. Mulai dari penghasilan yang diterima setiap bulan, hingga statusnya yang bukan PNS maupun PPPK.
Sekarang ini, tenaga honorer yang teridentifikasi di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah misalnya guru dan tenaga administrasi. Tapi, penghasilan yang mereka peroleh tidak bisa disamakan dengan PNS atau PPPK.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Alex Denni mengakui jika ada segelintir honorer yang menerima gaji di bawah UMR.
“Benar (gaji honorer di bawah UMR). Itu juga sebenarnya kita kasihan. Makanya, kita bilang sebaiknya kita pilah mana yang bisa masuk kategori ASN, kualifikasi, dan tidak sebaiknya diangkat perusahaan outsource,” ujar Alex, dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (5/3/2022).
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), memang hanya ada istilah PNS dan PPPK. Jika PNS dan PPPK mendapatkan kepastian, lain cerita dengan honorer yang mendapatkan perlakuan berbeda dari sisi penghasilan.
Baca: Kontroversi Pemecatan ‘Massal’ Honorer di Taput, Hasil Ujian Tak Diumumkan
Baca: Dilema Honorer Kesehatan di Simalungun, Rela Dipungli atau SK Tidak Diperpanjang Lagi
Bahkan, Alex mengatakan, hingga saat ini tidak ada pos anggaran yang secara spesifik di pemerintah pusat maupun daerah untuk membayar tenaga honorer. Biasanya, pembayaran gaji honorer masuk dalam pos belanja barang.
“Karena tidak ada official, jadi enggak ada yang atur gajinya. Jadi, kadang-kadang anggaran satu orang itu dibagi tiga daerah,” ungkap Alex.
Motif Rekrut Honorer
Ada beberapa alasan pemda masih senang merekrut tenaga honorer.
“Motif latar belakangnya macam-macam. Ada sanak famili, ada pilkada, ada memang butuh organisasinya, karena itu kita mengimbau diselesaikan,” ujar Alex.
Baca: Mu’as Lubis, Direktur PD Aneka Usaha Kualo Tanjungbalai Lulus Tenaga PPPK
Baca: Guru Honorer Keluhkan Kuota PPPK ke Ketua DPRD Sumut
Selain itu, terungkap bahwa para tenaga honorer sering dijanjikan sejumlah tawaran menggiurkan. Mulai dari jaminan pekerjaan, hingga dibantu untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
“Motif bergabungnya beda-beda. Yang penting masuk dulu. Jangan mikirin gajinya dulu. Kadang janji seperti itu yang merusak tatanan pengelolaan ini,” kata Alex.
“Orang kayak di PHP. Masuk dulu, nanti kalau ada lowongan PNS kamu ikut tes. Nanti kamu saya kawal. Dulu, mereka janji mengawal itu bisa, tapi sekarang enggak bisa karena computerize, terpusat, dan segala macam. Ini persoalan di lapangan yang ditemukan,” beber Alex.
Larangan Rekrut Honorer Sejak 2005
Larangan Rekrut Honorer Sejak 2005
Larangan melakukan perekrutan tenaga honorer sebenarnya sudah ada sejak Tahun 2005.
“Merekrut honorer itu tidak boleh sejak 2005-2006. Itu enggak boleh rekrut,” tegas Alex.
Dijelaskan, merujuk pada Undang-Undang (UU) Aparatur Sipil Negara, hanya ada dua kategori ASN, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Namun, Alex mengaku masih tidak habis pikir lantaran masih ada instansi yang merekrut tenaga honorer. Menurut dia, ada berbagai macam alasan sejumlah instansi yang merekrut tenaga honorer.
“Keberadaan honorer ini macam-macam. Motif dan latar belakangnya. Ada yang memang sesuai kebutuhan, ada yang dibutuhkan terkait pilkada dan lain-lain,” ujarnya.
Baca: Seleksi CPNS Pemko Binjai, 92 Peserta Lulus, 1 Penyandang Disabilitas, 3 Honorer
Baca: Menahan Dinginnya Udara Malam di Kantor Bupati Demi Hak-hak Honorer
Maka dari itu, Alex meminta pemerintah daerah bijak dalam menyikapi permasalahan tenaga honorer. Menurut Alex, ada berbagai macam alternatif agar para tenaga honorer memiliki kepastian yang jelas.
“Kami tentu berharap pemda, kementerian lembaga secara bijak menyelesaikan ini,” tegas Alex.