JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Sebagian besar fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung niat Presiden Joko Widodo terkait revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tapi, dua partai besar justru memberi sinyal belum mendukung revisi dilakukan saat ini.
TB Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, mengakui jika ada dua pasal krusial dan menjadi perdebatan. Yakni Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2). Tetapi, dia menilai tidak ada pasal karet pada Undang-undang ITE, seperti anggapan sejumlah pihak selama ini.
“Kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review dan hasilnya tak ada masalah,” ujar Hasanuddin, dalam keterangan tertulis, Selasa, 16 Februari lalu.
Dia berpendapat yang diperlukan adalah pemahaman penegak hukum terhadap dua pasal itu. Dikatakan, Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik bersifat delik aduan, sehingga pelapor seharusnya orang yang merasa dirugikan langsung, dan bukan orang lain.
Hasanuddin juga menyebut pasal tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana).
Adapun Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA. Dalam penerapannya, menurut Hasanuddin, tetap harus dibedakan antara kritik terhadap siapa pun dan ujaran kebencian serta penghinaan.
“Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi,” ujarnya.
Baca: Didakwa Cemarkan Nama Baik Warga Juhar, Oknum ASN Dituntut 3 Tahun Penjara
Baca: Oknum PNS Ngaku ‘Tentara Langit’, Buat Kegaduhan di Facebook
Oleh sebab itu, Hasanuddin mempersilakan jika Undang-undang ITE harus direvisi, misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasalnya.
“Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI,” pungkas Hasanuddin.
Anggota Komisi I DPR dari Partai Golkar Christina Ariyani menuturkan, Jokowi sebenarnya meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE yang berpotensi multitafsir.
“Apabila dalam level peraturan tersebut (Peraturan Kapolri atau Surat Edaran Kapolri) problem multitafsir maupun saling lapor sudah bisa dieliminir, maka revisi Undang-undang ITE belum diperlukan,” ujar Christina.
Menurut Christina, revisi undang-undang bisa dilakukan jika ternyata peraturan Kapolri tersebut tidak cukup untuk mengatasi problem multitafsir dan saling lapor bersenjatakan Undang-undang ITE.
“Namun jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai harapan, maka revisi ITE menjadi satu-satunya jalan keluar,” ujarnya.
Baca: Terdakwa Kasus ITE Jadi Saksi Tim Hukum Prabowo-Sandi, Kejari Batubara Kaget
Baca: Posting Terkait Kasus Bom di Surabaya, Dosen USU Ditangkap Polda Sumut
Sementara, Anggota Komisi I DPR dari NasDem, Willy Aditya berpendapat bahwa revisi dapat membuat dunia digital Indonesia semakin sehat. Menurutnya, revisi Undang-undang ITE perlu difokuskan pada pasal-pasal karet dan tumpang tindih yang menimbulkan overkriminalisasi.
Hal senada disampaikan politikus NasDem Taufik Basari yang juga anggota Komisi Hukum DPR. Dia juga menyatakan setuju Undang-undang ITE direvisi.
“Sebaiknya pasal yang potensial menjadi pasal karet dihapus atau dicabut saja,” ujarnya.
Fraksi PKB juga mendukung perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 itu. Menurutnya , pelaksanaan Undang-undang ITE melenceng dari tujuan awal untuk mencegah kejahatan transaksi elektronik.
“Pasal karet yang ada di UU ITE sejatinya juga hasil revisi, namun masih parsial, multitafsir, dan mudah melenceng dari tujuan Undang-undang ITE.”
Pandangan serupa disampaikan Wakil Sekretaris Fraksi Demokrat Irwan. Dia mengatakan, revisi UU ITE sebenarnya telah masuk dalam longlist Program Legislasi Nasional 2020-2024.
“Kalau memang dianggap prioritas oleh Presiden Jokowi, kemungkinan masing-masing fraksi di DPR RI akan mempertimbangkan untuk sepakat membahas dan memasukkannya dalam Prolegnas prioritas 2021,” ujar Irwan.
Baca: DPW dan DPD PKS Adukan Fahri Hamzah, Tuduhan Pencemaran Nama Baik
Baca: PKS Dilaporkan ke Polisi Tuduhan Pencemaran Nama Baik dan Terorisme
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan, jika partainya telah mengusulkan revisi Undang-undang ITE sejak beberapa tahun terakhir, tetapi kandas karena kurang dukungan parlemen. Maka, kata dia, PKS menyambut baik dan sangat setuju jika pemerintah hendak mengajukan perubahan.
“Jangan sampai revisi Undang-undang ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka,” ujar Sukamta.
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, mendukung revisi Undang-undang ITE. Namun menurut Saleh, inisiatif revisi itu sebaiknya datang dari pemerintah.
“Biasanya kalau pemerintah yang mengusulkan birokrasi pelaksanaannya lebih mudah, tidak berbelit,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Syaifullah Tamliha juga setuju dengan rencana revisi UU ITE.
Baca: Akhirnya RUU Antiterorisme Disahkan, Pulang dari Negara Konflik Bisa Dipenjara
Baca: Sempat Viral di Medsos, Arseto Pariadji Akhirnya Ditahan, Dia Juga Dites Narkoba
Tamliha menuturkan, hal ini sekaligus menjawab pertanyaan dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ihwal bagaimana cara mengkritik tanpa dipanggil polisi.
“Ide dan gagasan Presiden Jokowi tersebut kita sambut hangat bagi kehidupan demokrasi yang lebih baik,” tandas Tamliha.