Pencipta Lagu Rohani ‘Hidup Ini Adalah Kesempatan’ Telah Berpulang
- BENTENGTIMES.com - Kamis, 14 Mei 2020 - 13:42 WIB
- dibaca 41.594 kali
JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Pendeta Wilhelmus Latumahina telah tiada. Pencipta lagu rohani ‘Hidup Ini Adalah Kesempatan’ itu meninggal dunia di Rumah Sakit Sari Asih Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (12/5/2020). Wilhelmus Latumahina tutup usia 64 tahun.
Kabar duka ini juga disampaikan Efrem Gaho melalui salah satu media sosialnya. Efrem juga mendoakan, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.
“Turut berdukacita. Pencipta Lagu Rohani ‘Hidup Ini Adalah Kesempatan’ Bapak Pdt Wilhelmus Latumahina telah berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan penghiburan kasih. Amin…,” tulis Efrem melalui akun FB milik pribadinya.
Berita duka ini juga disampaikan Jemmy Janury melalui akun FB milik pribadinya di Group ‘INSPIRASI ALKITABIAH’.
“RIP Pdt Wilhelmus Latumahina, Pendeta GBI Perwil 3 Banten, ketua umum PMKIT (Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur) dan juga pencipta sekaligus penyanyi lagu ‘Hidup Ini Adalah kesempatan’ versi asli. Lagu ini diciptakan setelah sang anak meninggal karena kecelakaan…” tulis Jemmy.
Semasa hidup, Pdt Wilhelmus Latumahina dikenal lewat lagu-lagu rohani yang beliau ciptakan. Salahsatu lagu ciptaannya yang sangat viral adalah ‘Hidup Ini Adalah Kesempatan’.
Jenazah Pdt Wilhelmus Latumahina disemayamkan di GBI Bethesda, Jalan Sarua Raya Nomor 29, Tangerang Selatan, Banten. Selamat jalan Pdt Wilhelmus Latumahina, Istirahatlah dalam damai.
Informasi diperoleh, Pdt Wilhelmus Latumahina meninggal karena sakit jantung. Di masa hidupnya, almarhum adalah gembala sidang GBI Bethesda dan Pengurus GBI Perwil 3 Banten. Selain itu, dia adalah Ketua Umum Persatuan Masyarakat Kristen Indonesia Timur (PMKIT).
Pergolakan Batin di Balik Terciptanya Lagu ‘Hidup Ini Adalah Kesempatan’
Kisahnya di tahun 2004. Anak sulung Pendeta Wilhelmus, bernama Samuel Latumahina meninggal dunia dalam kecelakaan. Belum pulih duka cita atas kepergian anaknya, menyusul anak sekolah minggunya, anak dari jemaat terjatuh dari sepatu roda dan meninggal dunia.
Baca: Ingat, Ibadah dan Ritual Peribadatan Tidaklah Sama
Kisah inilah mengawalinya mengarang lagu. Hidup memang rapuh. Tak ada yang patut dijumawakan.
“Jadi, pembuatan lagu ini adalah kisah nyata hidup saya. Dilatarbelakangi saat anak saya meninggal di umur 17 tahun. Masih dalam suasana batin berduka, dua minggu kemudian saya juga menghadapi kenyataan hidup, anak dari jemaat saya umur delapan tahun meninggal hanya kerena terpelanting ketika menggunakan sepatu roda. Hanya jatuh saja, tetapi meninggal,” kata Pendeta Wilhelmus dalam suatu kesempatan kepada salahsatu tabloid terbitan Jakarta.