Freeport, Tindakan ‘Goblok’ Jokowi dan Pembelaan Sri Mulyani
- BENTENGTIMES.com - Jumat, 28 Des 2018 - 03:48 WIB
- dibaca 1.627 kali
Alasan lain, Indonesia mengeluarkan UU 4 Tahun 2009 mengenai Penambangan Mineral dan Batubara yang mengharuskan semua kontrak karya diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sehingga, muncul tekanan kepada FCX untuk mengubah KK menjadi IUPK.
Pemerintahan SBY menghadapi situasi harus melaksanakan UU 4 Tahun 2009, termasuk tekanan DPR untuk melaksanakan UU 4 Tahun 2009. Namun, pada saat bersamaan harus menghormati dan menjalankan KK yang dipegang FCX.
Hingga Pemerintahan SBY berakhir 2014, tidak terjadi kesepakatan antara Pemerintahan RI dengan FCX mengenai perpajangan KK dan pengubahan KK menjadi IUPK.
Tugas ini dipikul oleh Presiden Jokowi semenjak terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia Tahun 2014. Presiden Jokowi menugaskan para menteri melakukan negosiasi kontrak Freeport yang menyangkut empat hal yang tidak terpisahkan (satu paket) yaitu:
Pertama, keharusan Freeport McMoran (FCX) melakukan divestasi 51% kepemilikan pada PT Freeport Indonesia (FI) ke Indonesia.
Kedua, keharusan FCX untuk membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun semenjak persetujuan perpanjangan operasi ditandatangani.
Ketiga, keharusan FCX membayar lebih besar bagi penerimaan negara (Perpajakan Pusat dan Daerah dan PNBP – Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Keempat, perpanjangan Operasi 2 x 10 tahun hingga 2041 diatur dalam skema IUPK sebagai pengganti Kontrak Karya.
Baca: Jokowi: Kejar Pelaku Penembakan di Nduga Papua
Baca: Ini Pidato Lengkap Jokowi Sebelum Daftar ke KPU Bersama Ma’ruf Amin
Menurut Sri Mulyani, tugas tersebut tidaklah mudah, dan sungguh kompleks, karena segala urusan menyangkut operasi Freeport di Papua selalu sensitif secara politik, hukum, ekonomi, sosial, dan keamanan. Berbagai kepentingan sudah mengakar, tidak hanya dari dalam negeri namun juga menyangkut perusahaan global FCX yang listed di New York Amerika Serikat.