JAKARTA, BENTENGTIMES.com – Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah terang-terangan mengatakan akan membela Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dukungan tersebut dituliskan Fahri di akun Twitter pribadinya, @Fahrihamzah, Selasa (29/5/2018).
Mulanya, Jokowi menganggap bahwa mantan narapidana kasus korupsi memiliki hak untuk berpolitik, termasuk menjadi calon legislatif (caleg).
“Ya itu hak ya, itu konstitusi apa memberikan hak. Kalau saya itu hak, hak seseorang untuk berpolitik,” tutur Jokowi di UHAMKA, Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Meski begitu, menurut Jokowi peraturan mengenai caleg adalah kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu. Selain itu, Jokowi juga mengatakan KPU bisa saja memberi tanda khusus pada caleg yang pernah terlibat kasus korupsi.
“KPU bisa saja mungkin membuat aturan, misalnya boleh ikut tapi diberi tanda ‘mantan koruptor’,” lanjutnya.
Pernyataan inilah yang kemudian ditanggapi dan mendapat dukungan dari Fahri. Tak seperti biasa, ia mengaku sepakat dan sepemikiran dengan Jokowi.
Menurut Fahri, Jokowi merupakan sosok dengan pendirian kuat, meski berbeda dengan partai yang mendukungnya.
“Bagus pak @jokowi dan yang begini pasti saya bela, bukan karena bapak beda sama partai baru yg sok jadikan bapak itu bapak ideologis…karena HAM itu universal…jangan main citra untuk merampas HAM orang,jangan dengar itu Timses gelandangan itu cari panggung kiri kanan,” tulis Fahri.
Cuitan Fahri ini diduga juga sekaligus menyindir cuitan anggota PSI seperti Tsamara Amany dan Mohammad Guntur Romli yang mengaku sepakat dengan KPU.
“Bagaimana bisa mereka yang pernah merampok uang rakyat diberikan izin untuk berkompetisi menjadi wakil rakyat? Aturan KPU patut didukung 100%. Kita harus pastikan mereka yang bertarung pada Pileg 2019 adalah orang-orang yg miliki integritas,” tulis Tsamara.
Sementara itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan menegaskan bahwa politikus yang pernah terlibat kasus korupsi tak diperbolehkan mencalonkan diri sebagai caleg karena dianggap telah melakukan kejahatan luar biasa.
“KPU dianggap melampaui kewenangannya, harusnya diputuskan oleh pengadilan. Tapi kita memperluas tafsir undang-undang itu, karena kan korupsi adalah kejadian yang sangat luar biasa,” ujar Wahyu.