Disuruh Polisi Bunuh Diri, Teroris Nangis: Saya Takut Masuk Neraka Pak
- BENTENGTIMES.com - Jumat, 18 Mei 2018 - 22:19 WIB
- dibaca 2.543 kali
JAKARTA, BENTENGTIMES.com – Aksi teror bom jangan kaitkan dengan agama apa pun. Islam bukan teroris, teroris bukan Islam. Demikian ditegaskan Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat tampil dalam program acara Mata Najwa, Rabu (16/5/2018).
Dalam kesempatan tersebut, Tito menceritakan sejarah bom bunuh diri yang pertama kali dilakukan seorang wanita di dunia. Menurut Tito, fenomena bom bunuh diri wanita pertama di dunia tidak terjadi di Indonesia atau di negara-negara muslim. Peristiwa itu justru terjadi di India.
Pelakunya seorang aktivis atau anggota Gerakan Macan Tamil atau Tamil Tiger pada tahun 1991. Pelakunya seorang wanita bernama Danu. Dia melakukan aksi bom bunuh diri di depan mantan Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi yang sedang berkampanye.
“Fenomena bom wanita dan keluarga, yang pertama itu Tamil Tiger, pada waktu mereka melawan pemerintah Sri Lanka. Itu tahun 1991. Seorang perempuan bernama Danu, duduk untuk bersimpuh di kakinya Rajiv Gandhi, di perutnya diletakan bom dan meledak. Mantan Prime Minister (Perdana Menteri) Rajiv Gandhi meninggal dunia dalam serangan bom wanita pertama,” ujar Tito.
(BACA: Opung Jadi Penyandang Dana Teroris Riau, Manajer PLN Kaget)
Metode dan cara-cara seperti itu, kata Tito, kemudian ditiru oleh kelompok teroris lain, termasuk yang dilakukann istri Dita, Puji Kuswati di Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Tito, munculnya fenomena wanita jadi pelaku bom bunuh diri di Indonesia, merupakan salah satu strategi teroris untuk mengelak dan menghindari deteksi aparat.
Selain itu, lanjut Tito, wanita pelaku bom bunuh diri telah menjadi korban doktrin dan pemahaman ideologi bahwa aksi bom bunuh diri merupakan jalan tol untuk masuk surga.
“Mereka meyakini dalam pemikiran mindset kelompok-kelompok ini, mereka hanya berpikir, didoktrin sedemikian rupa bahwa jalan tol, express way, untuk menuju surga itulah dengan melakukan operasi Amalia melawan musuh,” imbuhnya.
(BACA: Cerita Anak Terduga Teroris: Sering Menolak Ajakan Ayah untuk Berjihad)
Dikatakan Tito, golden momentum atau kesempatan emas bagi teroris untuk masuk syurga lewat express way (jalan tol) adalah melakukan operasi Amalia, serangan teror.
“Bagi mereka, kalau terbunuh itu langsung masuk ke surga. Coba kita lihat starbuck (bom di starbuck) atau katakanlah kasus di gereja (Surabaya), ini kan bisa sebetulnya bom itu diletakkan menggunakan timer di dalam gereja, kemudian ditinggalkan, bom meledak, dia selamat. Tapi ini tidak dilakukan,” katanya.
Para teroris itu justru membawa mobil, sepedamotor, dan meledakkan dirinya. Mereka juga membawa kartu keluarga dan identitas lainnya.
“Mereka meyakini kalau kontak senjata terjadi, mereka bisa membunuh dan dapat pahala. Dan kalau mereka terbunuh langsung masuk surga,” imbuhnya.
Karena itulah, lanjut Tito, aparat menghindari konfrontasi terbuka dengan teroris. Sebab, hal seperti itulah yang diinginkan para teroris. Aparat mencari kesempatan untuk melakukan penangkapan saat teroris lengah.
(BACA: Aiptu Martua Sigalingging Dibunuh Teroris, Istri Dapat Kompensasi Rp600 Juta)
Tito lantas menceritakan pengalamannya saat menangkap dua teroris di Bogor. Kedua teroris itu adalah pelaku peledakan Kedutaan Besar Australia di Jalan Rasuna Said, Kuningan, beberapa tahun lalu.
Salah satu teroris tersebut adalah Iwan Rois yang saat ini berstatus sebagai narapidana dengan hukuman mati. Iwan Rois dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
“Begitu kita tangkap hidup-hidup, keduanya nangis. Saya tanya kenapa kamu nangis, mereka bilang kenapa saya nggak bisa membunuh bapak? Kenapa bapak nggak bunuh saya? Saya kehilangan golden momentum untuk masuk surga,” ujar Tito.
“Saya sampaikan, ya sudah kamu bunuh diri saja setelah ini,” tambah Tito.
Namun Rois menolak bunuh diri dengan alasan takut masuk neraka. “Saya masuk neraka Pak kalau sudah begitu,” tandas Tito Karnavian menirukan ucapan Rois.