JAKARTA, BENTENGTIMES.com – Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno dinilai sudah tak memiliki kesamaan dalam kebijakan. Hal itu tercermin dalam kebijakan penataan pedangan kaki lima (PKL) di trotoar.
Di satu sisi, Anies cenderung ingin melakukan penertiban, sedangkan di sisi lain Sandi lebih cenderung membolehkan.
Setidaknya ada dua hipotesis yang diungkap peneliti senior Indonesia Public Institute Karyono Wibowo.
Pertama, kondisi ini memang didesain oleh Anies untuk merebut suara akar rumput yang diwakili PKL. Kedua, bisa jadi memang tumbuh benih-benih perpecahan itu sudah mulai tumbuh.
Salah satu penyebabnya, kata Karyono, karena keduanya sama-sama memiliki agenda tersembunyi, yakni Pilpres 2019 dan Pileg DKI Jakarta pada tahun yang sama.
Yang jelas, Anies ingin mencitrakan diri sebagai pemimpin pro rakyat. Namun, dalam perjalanannya ternyata membiarkan PKL berjualan di trotoar menjadi tidak populis karena dinilai merampas hak pejalan kaki.
“Sedangkan Sandi terlihat ingin menjadikan Gerindra penguasa di Jakarta, sehingga semua kebijakan yang dianggap pro akar rumput diambil walaupun menabrak aturan,” bebernya, kemarin.
Menurutnya, Anies seharusnya sangat dominan dalam membuat kebijakan. Sebab, semua kebijakan itu atas nama Gubernur bukan wagub.
“Semua kebijakan itu pakai nama gubernur. Ingub, pergub dan Kepgub. Jadi, jangan sampai kalah pamor dengan wakilnya,” katanya.
Karyono menambahkan, ketidakkompakan tersebut bisa jadi berbahaya bagi kepentingan warga Jakarta. Karena semua kebijakan sulit untuk tereksekusi lantaran birokrasi bingung harus berkiblat ke Anies atau Sandi.
Terpisah, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai ada inkonsistensi Anies-Sandi dalam kebijakan terutama menyangkut PKL. Menurutnya, Anies telah mempermainkan kepentingan masyarakat wong cilik, terutama PKL.
Sebab, PKL selama ini diberi kebebasan seluas-luasnya untuk menggunakan fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk membuka lapak jualan.
“Padahal masyarakat PKL sangat antusias, penuh semangat dan bahkan tak jarang ada sebagian PKL yang mendewa-dewakan Anies-Sandi sebagai pemimpin yang melindungi wong cilik,” katanya.
Menurutnya, kalau Anies ternyata melarang PKL berjualan di trotoar maka gubernur telah melukai hati dan perasaan PKL. Sebab, PKL selama ini merasa dilindungi pemprov dalam melaksanakan aksi jualan di badan jalan dan trotoar.
“Kebijakan gubernur telah menjadikan PKL sebagai tumbal politik demi pencitraan, masyarakat PKL akan bisa saja berontak dan melakukan perlawanan secara massif,” jelasnya.
Anies disebutnya tampak mulai kewalahan menghadapi PKL Ibukota menyusul berbagai kebijakan yang memberikan ruang berjualan di sarana umum.
Hal itu kemudian berujung pada janjinya untuk mengkaji ulang kebijakan-kebijakan yang sudah dibuatnya terutama terkait PKL di trotoar.
“Semuanya lagi dikaji untuk mencarikan solusi terbaik bagi semua pihak,” ujar Anies beberapa waktu lalu.
Untuk masalah PKL ini, Anies juga berjanji akan bersikap lebih tegas. Terlebih setelah penataan PKL Tanah ABang dengan menutup Jalan Jatibaru untuk 400 pedagang malah menimbulkan pro kontra berkepanjangan.
Tidak hanya itu, kebijakan tersebut diakuinya juga menimbulkan gejolak antar pedagang di banyak tempat yang ingin diperlakukan sama bisa berjualan di jalan raya.
Pengkajian juga akan dilakukan terhadap rencana diperbolehkannya PKL Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang diperbolehkan berjualan di trotoar.
Contoh lain diungkapkan Anies ialah pedagang PKL di kawasan Senayan yang makin menjamur menguasai trotoar di Jalan Asia Afrika.
Namun sejauh ini dia belum bersedia memberikan penjelasan soal solusinya karena masih menunggu berbagai kajian yang dilakukan banyak pihak.
“Yang penting semuanya harus ditertibkan, terus ditata, tapi bagaimananya nanti kita lihat,” kata Anies.
Sebelumnya Wagub Sandiaga Uno telah menegaskan bakal menggunakan diskresi untuk melindungi PKL agar mereka bisa berdagang di trotoar Melawai. Pertimbangannya untuk menjaga mata pencaharian pedagang.
“Meskipun menempati trotoar namun keberadaannya ditata sedemikian rupa agar tidak mengganggu pejalan kaki,” ujarnya.
Sikap pemimpin yang cenderung membela kepentingan sepihak mendapat kecaman keras dari DPRD DKI Jakarta.
Kritikan pedas dilontarkan anggota Komisi D Wahyu Dewanto yang menudingnya sebagai kebijakan yang tidak berwawasan ke masa depan.
“Melawai itu kan bersebelahan dengan Blok M yang akan digarap sebagai percontohan Transit Oriented Development (TOD), mestinya tidak dibikin semrawut oleh PKL,” ujar Wahyu.
Wahyu juga menyesalkan Sandiaga akan menggunakan hak diskresi hanya untuk kepentingan sekelompok kecil.
Politisi muda ini mengharapkan Anies-Sandi tidak terlalu berpihak kepada PKL tapi mengabaikan kepentingan masyarakat banyak.