Sikat Gigi saat Berpuasa Ramadan, Batal atau Makruh? Simak Dua Pendapat Ulama

Share this:
BMG
Ilustrasi.

Keterangan MUI

Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah, menerangkan, sikat gigi saat puasa ramadan tidak membatalkan puasa, terlebih kalau dilakukan pada pagi hari.

Oleh karenanya, meskipun menyikat gigi setelah azan subuh boleh dilakukan dan tidak memengaruhi jalannya berpuasa.

“Jika dilakukan sebelum zuhur, hukumnya boleh, bahkan dianjurkan untuk yang ingin membersihkan mulut,” terang Cholil.

Namun demikian, Cholil menerangkan bahwa kalau menyikat gigi dilakukan setelah zuhur, maka hukumnya makruh.

Makruh adalah perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan, tapi kalau dilakukan tidak mendapat dosa.

Masih Cholil, lain lagi dengan hukum sikat gigi saat puasa, namun airnya tertelan, maka hukumnya adalah haram alias puasa batal.

“Maka dari itu, pada saat berpuasa, berkumur-kumur tidak boleh terlalu dalam, supaya tidak menelan air,” imbuh Cholil.

Sementara itu, pendakwah Ustadz Adi Hidayat juga memberikan keterangan soal hukum sikat gigi saat puasa. Menurutnya, menyikat gigi atau bersiwak termasuk amalan mustahaf.

“Kata Nabi SAW; kalaulah tidak memberatkan kepada umatku, tentu aku akan perintahkan umatku untuk bersiwak setiap kali akan shalat,” kata Ustadz Adi, dilansir dari kanal Youtube AsWaJa YT.

“Kata para ulama pada siang ramadan justru dianjurkan amalan mustahab,” Ustadz Adi menambahkan.

Dengan kata lain, menggosok gigi saat puasa pada siang hari, hukumnya boleh, bahkan termasuk amalan mustahab atau yang sangat dianjurkan. Dikerjakan berpahala dan tidak mengandung dosa kalau ditinggalkan.

“Namun, yang dianjurkan jangan gunakan pasta gigi yang dapat sekiranya mengumpulkan ludah. Apabila sebagian terkumpul atau tertelan, maka makruh hukumnya,” sebut Ustadz Adi.

Ustadz Adi juga menerangkan sejumlah amalan-amalan saat puasa. Amalan tersebut, yakni amalan mujawwaz atau jaizatusshiyam atau amalan yang bisa dilakukan.

Selain itu, ada amalan makruhatusshiyam atau amalan yang makruh dilakukan.

“Kalau yang boleh dilakukan itu artinya tidak ada pahala dan tidak ada dosa bisa dilakukan saja,” ujarnya.

BacaBersamaan dengan Ramadan, PDI Perjuangan Minta Pertimbangkan Ulang Jadwal Pemilu

BacaAksi Sosial BMI Karo di Bulan Ramadan, Berbagi Takjil ke Pengguna Jalan

Dia mencontohkan, berkumur-kumur saat wudhu. Kemudian saat di luar wudhu, tapi saat situasi panas luar biasa ingin kumur-kumur hukumnya boleh.

“Tapi kalau sengaja kumur-kumur tidak ada alasan itu makruh hukumnya. Khawatir sebagian bisa tertelan,” pungkas Ustadz Adi.

Halaman Sebelunya <<<

Share this: