LANGKAT, BENTENGTIMES.com– Setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin kini dihadapkan perkara dugaan perbudakan perkebunan kelapa sawit.
Sebuah bangunan menyerupai kerangkeng ditemukan di belakang kediaman Terbit Rencana Peranginangin, Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Temuan kerangkeng manusia di kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat itu menggegerkan publik seantaro nusantara.
Dugaan praktik perbudakan itu terungkap sesaat setelah Terbit Rencana terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca: Kena OTT KPK, Bupati Langkat Digelandang Hanya Pakai Celana Pendek dan Sandal Jepit
Baca: Dugaan Pungli Guru di Simalungun, Parsaulian Sinaga: Kami Tidak Terlibat
Temuan kerangkeng manusia itu pertama kali diungkap oleh Migrant Care, dan kemudian mengadukan temuan itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk ditindaklanjuti.
“Kami menerima laporan dari masyarakat di Kabupaten Langkat bersamaan dengan OTT kasus dugaan korupsi, ternyata itu juga kotak pandora kejahatan yang lain yang diduga pelakunya orang yang sama, yakni kepala daerah di sana yang tertangkap KPK,” ujar Anis Hidayah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, saat mengadukan kasus itu ke Komnas HAM, Jakarta, Senin.
Komnas HAM Minta Polisi Amankan Lokasi
Komnas HAM Minta Polisi Amankan Lokasi
Anis mengungkapkan, setidaknya ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga terjadi di kediaman Bupati Terbit Rencana itu.
Pertama, Terbit Rencana membangun kerangkeng menyerupai penjara di kediamannya. Kedua, kerangkeng itu digunakan untuk menampung pekerja kebun kelapa sawit, setelah mereka bekerja.
Ketiga, mereka sama sekali tidak punya akses ke mana-mana. Keempat, mereka mengalami penyiksaan sehingga mengalami luka lebam.
“Kelima, mereka diberi makan tidak layak, hanya dua kali dalam sehari. Keenam, mereka tidak diberi gaji selama bekerja. Dan, ketujuh, tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar,” beber Anis.
Dari laporan masyarakat, ada dua kerangkeng manusia ditemukan di belakang rumah Terbit Rencana. Kedua kerangkeng berukuran sekitar 6 x 6 meter itu menampung 40 orang.
Baca: Ihwal di Balik Interpelasi DPRD Simalungun: Bupati Radiapoh Itu Arogan dan Sarat Nepotisme
Baca: Bupati Langkat Terbit Rencana Masuk Daftar 10 Pejabat Terkaya Versi KPK
Menanggapi pengaduan Migrant Care itu, Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM, meminta aparat kepolisian untuk mengamankan lokasi itu, sehingga apa yang ditemukan oleh Migrant Care terkait dugaan pelanggaran perbudakan modern di belakang rumah Terbit Rencana tidak hilang.
“Sehingga, saat kami datang ke sana bisa menjelaskan di mana mereka, karena itu bagian dari tugas kepolisian. Kami minta agar seluruh informasi yang terkait dengan bukti ini, seperti tempatnya, saksinya, dan sebagainya tidak mengalami perubahan,” kata Anam.
Tidak Tertutup Kemungkinan Indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tidak Tertutup Kemungkinan Indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang
Anam menegaskan, kasus dugaan perbudakan modern itu harus ditangani dengan cepat. Dalam konteks skenario hak azasi manusia, menurut Anam, penanganannya harus cepat, apalagi ada dugaan penyiksaan di dalamnya.
“Kepada seluruh pihak, terkhusus yang punya yang punya kewenangan, khususnya kepolisian wilayah di sana agar memastikan kondisinya, minimal tentang keberadaan yang 40 orang itu,” ujarnya.
Sementara, Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani mengatakan, pihaknya telah mendalami informasi awal dari sejumlah pihak terkait pengaduan Migrant Care tersebut. Dalam waktu dekat ini, Komnas HAM akan mengirim tim untuk melakukan investigasi ke Kabupaten Langkat.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisan. Kemudian, melakukan tinjauan lokasi, apakah bersama (penegak hukum lain) atau mandiri, tapi ini masih didiskusikan dalam skema perencanaan,” kata Endang.
Dia mengatakan, Komnas HAM telah menerima bukti berupa foto dan video yang memerlihatkan kondisi kerangkeng manusia di belakang kediaman Terbit Rencana itu. Namun, dia mengaku bahwa Komnas HAM tidak punya wewenang menentukan ada tidaknya unsur pidana dalam kasus itu.
“Itu ranah polisi,” ujarnya.
Tapi, kata Edang, keterangan berbagai pihak yang mereka himpun akan menjadi rekomendasi Komnas HAM kepada penegak hukum.
“Misalnya, kejadian itu secara terang dan jelas terjadi pelanggaran HAM, maka itu yang bisa menjadi landasan polisi untuk bertindak mempersangkakan pelaku,” terangnya.
Baca: OTT PDAM Tirta Lihou, Dirut Betty Sinaga Mangkir dari Panggilan Polisi
Baca: Polda Sumut Ciduk Abang Kandung Bupati Langkat
Meski demikian, tidak tertutup kemungkinan perkara itu bisa ditangani dengan pasal tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Kalau fakta kuat dan ditemukan di lapangan, bisa jadi ada potensi pasal terkait dipersangkakan,” imbuh Endang.
Kapolda Sumut: Berlangsung Sekitar 10 Tahun
Kapolda Sumut: Berlangsung Sekitar 10 Tahun
Terpisah, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak membenarkan adanya temuan kerangkeng berisi manusia di belakang kediaman Terbit Rencana tersebut. Panca mengaku melihat sendiri kerangkeng itu saat membantu KPK melakukan penggeledahan di kediaman Bupati Langkat Terbit Rencana, pada pekan lalu.
“Kita mendatangi rumah pribadi Bupati Langkat. Ada tempat menyerupai kerangkeng berisi tiga, empat orang, langsung kita dalami,” kata Panca.
Dari hasil pendalaman sementara, pihaknya mendapati informasi kalau orang-orang yang dikerangkeng tersebut tengah menjalani rehabilitasi kecaduan narkoba. Pendirian bangunan itu atas inisiasi pribadi Terbit Rencana.
Dan, keberadaan bangunan yang menyerupai kerangkeng itu sudah berlangsung sekitar 10 tahun.
Baca: OTT Bendahara Pengeluaran BPKD Siantar, Barang Bukti Rp186 Juta
Baca: Bupati Labuhanbatu Terkena OTT KPK
Orang yang sedang dalam menjalani rehablitasi juga dipekerjakan di kebun milik Terbit Rencana. Dia menyebut, mereka yang dipekerjakan kondisinya sudah mulai membaik.
“Dilihat kemarin itu pengguna narkoba yang baru masuk dua hari sebelum terjadi OTT. Untuk yang lainnya sedang bekerja di kebun, di ladang,” ujar Panca.
KPK Siap Bekerjasama Ungkap Kasus Dugaan Perbudakan Terbit Rencana
KPK Siap Bekerjasama Ungkap Kasus Dugaan Perbudakan Terbit Rencana
Hal senada disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dia juga mengakui pihaknya sempat melihat dua ruangan seperti kerangkeng manusia saat melakukan penggeledahan kediaman Bupati Terbit Rencana. Namun saat itu KPK tidak bisa berbuat banyak, mengingat tujuan utama mereka adalah menangkap Terbit Rencana.
“Karena saat itu Tim KPK ke rumah tersebut untuk mencari Bupati Terbit Rencana yang ternyata sudah tidak berada di tempat. KPK kemudian hanya mendokumentasikan, karena pada saat itu harus melanjutkan pencarian yang bersangkutan,” ujar Nurul.
Baca: Kena OTT, Kadis Perkim Resmi Tersangka Pungli Proyek RSUD Labuhanbatu
Baca: OTT Bupati Labuhanbatu, KPK Amankan Bukti Transfer Ratusan Juta
Dia menegaskan, KPK terbuka untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum lain guna mengungkap kasus dugaan perbudakan modern itu. KPK juga siap memberikan keterangan dan dokumentasi yang dibutuhkan terkait temuan kerangkeng manusia tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi karena ini menyangkut prosedur hukum yang akan bernilai jika melalui prosedur hukum, sebaliknya tidak akan bernilai jika salah prosedur. Untuk itu, kami memastikan hal itu prosedural,” imbuhnya.
Mabes Polri: Itu Ilegal
Sementara itu, Mabes Polri langsung membentuk tim gabungan dari Direktorat Kriminal Umum, Direktorat Narkoba, dan sejumlah stakeholder untuk melakukan penyelidikan atas temuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana. Apalagi lokasi itu diklaim sebagai tempat rehabilitasi narkoba.
Dari pendalaman sementara diketahui bahwa kerangkeng manusia itu dibangun pada 2012, atas inisiatif sendiri Bupati Terbit Rencana. Namun, sejak berdiri sekitar 10 tahun lalu, kerangkeng manusia yang diklaim sebagai tempat rehabilitasi narkoba itu sama sekali tidak mengantongi izin.
“Yang jelas tempat itu ilegal. Kalau ilegal itu berarti tidak boleh,” tegas Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Karopenmas Divisi Humas Polri di Mabes Polri.
Penyelidikan awal, kerangkeng manusia di rumah Terbit Rencana itu berukuran 6 x 6 meter yang terbagi menjadi dua kamar, kapasitas lebih kurang 30 orang.
“Setiap kamar diberi batas dengan menggunakan jeruji besi,” kata Ramadhan.
Baca: OTT Puskesmas Semula Jadi, Bendahara JKN/BPJS Ditetapkan Tersangka
Baca: Pungli Dana BOS, Kadisdik Langkat dan 3 Kasek Divonis 1 Tahun Penjara
Selain pecandu narkoba, tempat itu juga menampung orang-orang dengan kenakalan remaja. Ramadhan mengatakan, mereka diserahkan sendiri oleh keluarganya untuk dibina di rumah Bupati Terbit Rencana. Pihak keluarga juga diminta membuat surat pernyataan.
“Warga binaan semula berjumlah 48 orang. Kemudian hasil pengecekan tinggal 30 orang. Sebagian sudah dipulangkan dan dijemput keluarga,” ujarnya.
Namun, Ramadhan mengatakan, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah ada pelanggaran HAM berupa perbudakan di rumah Terbit Rencana tersebut. Saat ini, Tim Gabungan Polri masih melakukan pendalaman atas temuan itu.
Terkait para pekerja sawit yang tidak diberi upah, pihak pengelola berdalih jika pekerjaan itu diberikan sebagai bekal keahlian mereka setelah keluar dari tempat pembinaan tersebut.
Mereka tidak diberi upah sebagaimana lazimnya pekerja karena dianggap sebagai warga binaan.
“Itu semua merupakan alasan dari pengelola. Nanti, kita lihat bagaimana proses penyelidikan. Ini masih dalam proses,” ujarnya.
Sejauh ini, sudah ada 11 orang dimintai keterangan terkait temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Terbit Rencana. Beberapa orang yang dimintai keterangan, antara lain; pengurus tempat pembinaan, warga binaan, kepala desa, dan sekretaris desa setempat, hingga Kepala Dinas Sosial Kabupaten Langkat.
“Kita masih mendalami, melakukan pemeriksaan tapi bukan pro justitia. Masih pendalaman,” imbuh Ramadhan.
Tangkapan layar ketika Terbit Rencana Peranginanangin menyambangi warga binaan di kerangkeng belakang rumahnya.
Baca: Terlibat Pungli, Dua ASN di Pemkab Asahan Terjaring OTT
Baca: OTT Wakil Bupati Paluta, 2.582 Amplop ‘Serangan Fajar’ Sudah Disebar
Saat ini, sekitar 30 orang yang tersisa di kerangkeng kediaman Terbit Rencana itu telah dikembalikan ke keluarga masing-masing. Kepolisian juga telah menawarkan agar anggota keluarga mereka direhabilitasi atau ditempatkan di tempat yang legal.
“Tapi, kita tidak bisa memaksa. Orangtuanya yang memilih membawa ke rumahnya,” tandas Ramadhan.
Migrant Care: Enggak Boleh, Itu Abuse of Power
Migrant Care: Enggak Boleh, Itu Abuse of Power
Keterangan diperoleh BENTENG TIMES, pada Kamis (27/1/2022), Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah berharap agar dalih rehabilitasi narkoba tidak menyurutkan semangat Komnas HAM melakukan investigasi atas temuan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Terbit Rencana.
Menurut Anis, rehabilitasi tidak bisa dijadikan alasan memperkerjakan orang di perkebunan kelapa sawit secara sewenang-wenang.
“Ada informasi dari polisi begitu (tempat rehabilitasi). Tapi, mestinya tidak jadi alasan mempekerjakan orang tanpa gaji dan dianiaya atas nama rehabilitas,” kritik Anis.
Baca: OTT Pungli Pengurusan Surat Kepemilikan Tanah di Asahan, Kades Minta Rp6 Juta
Baca: OTT Wakil Bupati Paluta, Kapolres Tapsel: Memberi dan Menerima Dipidana
Menurut Anis, rehabilitasi bagi pecandu narkoba memiliki standar khusus. Terlebih seharusnya dilakukan oleh aparat berwenang, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) dan rumah sakit khusus penanganan terhadap orang-orang ketergantungan obat terlarang.
“Meski dia kepala daerah, kemudian dia buat penjara, itu enggak boleh. Itu abuse of power (penyalahgunaan wewenang jabatan),” kata Anis.
KSP Mengutuk Keras Dugaan Perbudakan di Kediaman Bupati Langkat
KSP Mengutuk Keras Dugaan Perbudakan di Kediaman Bupati Langkat
Deputi V Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengecam praktik dugaan perbudakan yang dilakukan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana lewat kerangkeng manusia yang ditemukan di belakang kediamannya.
“Kantor Staf Presiden mengutuk keras adanya dugaan praktik perbudakan oleh tersangka korupsi Bupati Langkat Terbit Rencana. Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya,” tegas Jaleswari.
Jaleswari juga mengapresiasi langkah masyarakat yang melaporkan keberadaan kerangkeng manusia itu ke Migrant Care untuk tidindaklanjuti aparat penegak hukum.
“Partisipasi masyarakat dalam penanganan dan pencegahan tindak pidana yang keji seperti ini sangat kami apresiasi,” kata aktivis perempuan yang akrab disapa Dani itu.
Dia mengaku tidak habis pikir, praktik perbudakan masih saja terjadi di era modern seperti saat ini. Apalagi tindakan itu diduga dilakukan oleh seorang kepala daerah yang seharusnya mengayomi rakyatnya.
Baca: Wakil Bupati Paluta Divonis 1,5 Bulan Penjara
Baca: Ancam Demo, Peras ASN, Oknum Aktivis di Asahan Kena OTT Polisi
Menurut Jaleswari, tindakan Bupati Langkat Terbit Rencana itu telah melanggar ketentuan perundang-undangan, baik KUHP, Undang-Undang Tipikor, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torufrenda Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment ((Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia).