KARO, BENTENGTIMES.com– Namanya Ian. Usia 45 tahun. Kulitnya hitam legam. Setiap hari, dia beraktivitas di bawah terik matahari. Itu sebabnya, dia punya kulit hitam. Bekerja sebagai pemulung, setiap hari terpapar sinar matahari langsung.
Sabtu (13/2/2021) lalu, wartawan BENTENG TIMES, tanpa sengaja melihatnya melintas di pelataran Simole, Kabanjahe, Kabupaten Karo. Persis di depan Masjid Agung Karo.
Bekerja sebagai pemulung, itu biasa. Dan, tidak berlebihan jika pemulung itu termasuk pekerjaan mulia.
Dengan kehadiran mereka, barang-barang bekas terkumpulkan dan selanjutnya didaur ulang, sehingga bisa dimanfaatkan kembali.
Nah yang membuat hati wartawan BENTENG TIMES tergerak menyapa, itu karena Ian jalan kaki di bawah terik matahari sambil membawa serta anaknya yang masih balita. Namanya Phitaloka. Usia baru menginjak 1 tahun enam bulan.
Baca: Felix Tarigan, Anak Malang yang Ditinggal Ayah Ibunya Kini Dirawat di RS Efarina
Baca: Jalan Panjang 7 Anak Korban Pembunuhan di Samosir: Diteror, Rekonstruksi Janggal
Anaknya masih balita tapi sudah dibawa keluar masuk permukiman di Kabanjahe sekitarnya. Ian menggendongnya sambil menentang goni plastik tempat penampungan barang-barang bekas. Disitu, rasanya sedih sekali. Ke mana istrinya?
Belakangan Ian pun berkisah jika istrinya baru saja melahirkan anak ketiganya. Kurang lebih seminggu yang lalu.
Maka sejak itu, Ian berinisiatif membawa serta anaknya sambil bekerja agar istrinya bisa lebih fokus mengurus anaknya yang baru lahir. Selain itu, Ian bilang jika anaknya Phitaloka lebih dekat sama dia daripada ibunya sendiri.
“Itu makanya, saya gendong dia ke mana-mana,” tutur Ian, yang bermukim di Gang Lontong, kawasan DKR Simpang Enam, Kabanjahe ini.
Meski demikian, Ian sendiri sebenarnya merasa khawatir terhadap kondisi kesehatan anaknya. Terutama ketika dia mencari barang-barang bekas di tempat pembuangan sampah.
“Saya sadar kalau di tempat sampah itu, banyak sekali virus. Tapi, apa boleh buat saya tidak punya pilihan. Ya, mudah-mudahan, anak saya tidak kenapa-kenapa,” ujarnya.
Baca: LPA Karo Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Dugaan Kekerasan Anak di Desa Ajijulu
Baca: Cegah Klaster Baru Covid-19, Pelayanan BPJS Kesehatan Tanpa Tatap Muka
Sebagai kepala rumah tangga, dia tidak punya pilihan dan harus tetap bekerja keras mencari barang-barang bekas agar bisa memenuhi kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya.
Itu sebabnya, dia tidak pernah merasa lelah. Kadang-kadang, ia bisa tiga kali bolak-balik ke Pajak (pusat pasar kabanjahe). Bahkan dia juga sering mencari barang-barang bekas sampai ke Desa Ketaren.
“Mau bagaimana lagi, yang penting itu sehat. Ya mudah-mudahan, kebutuhan hidup anak-anak yang dititipkan Tuhan pada saya kupenuhi,” katanya.
Sadar jika temannya berbincang adalah wartawan BENTENG TIMES, Ian kemudian mengungkapkan keluh kesah sulitnya mengurus kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP). Salahsatu kendala yang ia hadapi adalah sulitnya mendapatkan surat pindah dari tempat asal.
Sebelum menetap di kawasan DKR Simpang Enam, Ian mengaku tinggal di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran. Di sana, dia kurang lebih 10 tahun.
“Waktu di Kuta Rayat, saya sebenarnya sudah punya KTP, tapi belum elektrik,” ujarnya.
Selain wartawan BENTENG TIMES, Erna Karo Sekali ikut prihatin melihat kondisi Ian. Ketua Bidang Peranan Perempuan MPC Pemuda Pancasila (PP) Kabupaten Karo, ini pun memberikan sekedar jajan, juga membeli susu dan makanan ringan untuk Phitaloka.
Baca: Salut! IPK Karo Peduli Covid-19 Buka Layanan Amal
Baca: Penyimpanan Arsip Jauh di Bawah Standar, Karo Butuh Pimpinan Daerah Komit
Dia berharap Pemkab Karo hadir terhadap orang-orang seperti Ian, masyarakat marginal yang kesulitan mendapatkan kartu identitas.
“Kartu identitas itu penting sekali, terutama untuk masa depan anak-anaknya. Kita berharap Pemkab Karo, mendengar kisah Ian dan memberikan kemudahan pelayanan administrasi padanya,” pungkas Erna.