KARO, BENTENGTIMES.com– Tindakan R br S yang telah memaksa anaknya sendiri berinisial MAS (25 tahun) untuk menggugurkan bayi dalam kandungannya berujung ke proses hukum. Atas perbuatannya, wanita berusia 47 tahun itu telah ditetapkan polisi sebagai tersangka bersama-sama dengan AS (22), warga sekampungnya di Desa Lau Kasumpat dan ASS (43), warga Siruberube, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun.
Untuk melengkapi berkas perkara, penyidik Polres Karo yang menangani kasus ini menggelar rekonstruksi kasus dugaan penculikan dan aborsi terhadap korban MAS di halaman Mapolres Karo, Kamis (28/1/2021) siang.
Dari 40 adegan yang diperagakan dalam rekonstruksi itu, terungkap mulai dari awal penculikan hingga korban dipaksa aborsi. Saat itu, Rabu 11 Maret 2020, sekira pukul 14.00 WIB, ibu kandung korban R br S menarik paksa anaknya MAS dari sepeda motor saat melintas di pusat pasar pekan Mardingding, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo.
Korban MAS yang pada saat itu berusaha meronta, kemudian dipaksa masuk ke mobil. Di dalam mobil, MAS tetap bersikukuh menolak ajakan ibunya. Dia bahkan berteriak meminta tolong untuk menarik perhatian. Namun tidak seorang pun warga yang mendekat.
Hanya ada seorang laki-laki (kemungkinan suami korban MAS), yang nekat mendekat, itu pun akhirnya mundur karena ditodong dengan senjata sejenis soft gun oleh rekan ibu korban. Setelah itu, mobil yang membawa korban MAS meluncur ke arah Medan.
Baca: Jalan Panjang 7 Anak Korban Pembunuhan di Samosir: Diteror, Rekonstruksi Janggal
Baca: 29 Adegan Diperagakan pada Rekonstruksi Istri Bunuh Suami di Binjai
Sesampainya di Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, korban MAS dibawa ke rumah Nek Bakir. Di sana, MAS dipaksa untuk menggugurkan bayi dalam kandungannya. Tapi, MAS tetap bersikukuh menolak dan berlari keluar rumah.
“Aku gak mau menggugurkannya, ini anakku,” kata MAS, saat memperagakan adegan ke 19.
Melihat itu, tersangka ASS berusaha mengejar dan menangkapnya. Kemudian, MAS dibawa kembali ke rumah Nek Bakir. Di rumah itu, tersangka ASS berusaha memegangi kaki MAS dari awal hingga Nek Bakir selesai melakukan aborsi terhadap korban.
Amatan BENTENG TIMES, selain tiga orang tersangka, polisi juga menghadirkan saksi ahli dari medis dr Marta Katarince Silitonga SpOG dan Vinansia Banjarnahor dan sejumlah saksi-saksi lainnya. Kemudian jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Karo Mas Benni Saragih, KBO Reskrim Iptu R Silalahi, pengacara tersangka dan keluarga korban turut hadir. Bahkan, masyarakat sekitar tidak ikut ketinggalan menyaksikan adegan per adegan dalam rekonstruksi itu.
Sekadar informasi bahwa pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi ini diberikan hanya dalam dua kondisi berikut, (Pasal 75 ayat [2] UU Kesehatan):
Baca: Rekonstruksi Pembunuhan Tukang Rujak, Simak Adegan Kelima, Ternyata Sepele
Baca: Para Pelaku Pembunuhan Raja Adat di Samosir Diancam Hukuman Mati
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Sanksi pidana bagi pelaku aborsi diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi;
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Baca: Duka Mendalam Keluarga TKI asal Asahan Korban Pembunuhan di Malaysia
Baca: Hanya Karena Ucapan ‘Tumben, Kok Ganteng Kali’, Nyawa Melayang
Selain itu, ketentuan pidana lain terkait dengan aborsi ini dapat kita lihat dalam Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang menyatakan:
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”