MEDAN, BENTENGTIMES.com– Untuk mencari keadilan, tujuh orang anak almarhum Rianto Simbolon, korban pembunuhan pergi meninggalkan Samosir. Mereka tiba di Kota Medan, pada Minggu (29/11/2020) malam.
Kesokan harinya, Senin (30/11/2020), anak-anak almarhum bersama kuasa hukumnya Dwi Ngai Sinaga, Benri Pakpahan, dan Romulo Makarios Sinaga pergi ke Polda Sumut. Di sana, mereka bertemu Wadir Reskrimum AKBP Faisal Napitupulu.
Pertemuan penuh haru antara ketujuh anak almarhum dengan Faisal Napitupulu diwarnai isak tangis. Melihat kesedihan itu, mantan Kapolres Asahan tersebut berusaha menenangkan anak-anak dari almarhum Rianto Simbolon, Raja Adat di Samosir yang menjadi korban pembunuhan di kampungnya Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir.
“Jangan terus sedih. Menanti itu, boru panggoaran (anak sulung, red), harus tetap semangat. Lihat adik-adikmu ini!” ucap Faisal, sambil memeluk Menanti serta memberi nasihat kepada anak-anak almarhum yang kini telah menjadi yatim piatu tersebut.
Baca: Terungkap! Ini Pelaku dan Motif Pembunuhan Satu Keluarga di Samosir
Faisal berujar, sejak kasus pembunuhan itu viral, ia mengaku ingin sekali bertemu langsung dengan anak-anak korban.
“Sejak viral itu, aku mau jumpa sama anak-anak. Ternyata, bisa jumpa juga,” kata Faisal.
Lalu, Faisal bertanya kepada Menanti Simbolon (18), anak sulung korban, apa keinginan yang mereka harapkan.
“Kami mau keadilan, pak,” ucap Menanti, sembari mengusap air matanya.
Mendengar permintaan itu, Faisal berjanji siap membantu.
“Amang akan bantu, ya boruku,” ujar Faisal.
Kepada anak-anak almarhum, Faisal kembali berpesan agar tetap semangat. Terutama kepada Menanti, karena setelah ayah dan ibunya tiada, maka tanggung jawab penuh terhadap adik-adiknya, ada di pundaknya.
“Dan, jangan sedih. Ada apa-apa, bilang sama Amang!” pinta Faisal, seraya berusaha menenangkan.
Di tempat yang sama, kuasa hukum Dwi Ngai Sinaga menyampaikan, kedatangan mereka ke Polda Sumut untuk melaporkan adanya kejanggalan yang terjadi dalam rekonstruksi pembunuhan Rianto Simbolon, yang digelar di Mapolres Samosir, pada Kamis, 26 November 2020, lalu.
Dwi mengungkapkan, dalam kasus pembunuhan tersebut, ada enam orang tersangka. Lima tersangka sudah diamankan masing-masing bernama; Bilhot Simbolon (27), Tahan Simbolon (42), Parlin Sinurat (42), Justianus Simbolon (60), dan Pahala Simbolon (24). Sedangkan, 1 orang lagi masih diburu (status DPO).
Dalam proses reka ulang, masih kata Dwi, kelima tersangka dihadirkan. Namun, Direktur LBH IPK Sumut ini, menilai ada kejanggalan dalam rekonstruksi tersebut.
Baca: Otak Pembunuhan Kader IPK Ditembak Mati
Pertama, dia melihat polisi sama sekali tidak ada memunculkan alat bukti batu bata dan empat pisau dan siapa pemeran yang menggunakan barang bukti tersebut. Sehingga, alat bukti serta peran beberapa tersangka, menurut Dwi, kini menjadi kabur.
Lalu, kata Dwi, ada perbedaan hasil hasil visum. Sebelumnya, dinyatakan terdapat 11 tusukan. Tapi kini, malah berkurang 4 sampai 5 tusukan saja yang dipaparkan oleh polisi.
“Alat bukti batu bata itu tidak ada perannya. Begitu juga empat pisau itu, tidak ada perannya. Masa penyidik mengatakan itu versi tersangka Pahala?” kritik Dwi, yang juga Tim Lembaga Bantuan Hukum-Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boruna ( LBH-PPTSB) se-Dunia, ini.
Menanggapi hal itu, AKBP Faisal Napitulu mengaku sangat terpukul atas kasus tersebut. Secara pibadi maupun kelembagaan, dia sangat berempati.
“Saya juga sudah dengar cerita dari anak-anak ini langsung dan bagaimana susahnya kehidupan mereka sepeninggal ayahnya. Itu yang pertama,” kata perwira menengah yang pernah menjabat sebagai Kapolres Nias Selatan tersebut.
Kemudian, terkait hal-hal yang disampaikan kuasa hukum korban, Faisal berkata akan memperkuat Polres Samosir dalam penyidikan kasus tersebut. Termasuk pada gelar perkara, akan dicek semua bukti-bukti.
Baca: Persoalan Sepele Berujung Pembunuhan di Karo, Pelaku Sempat Lari ke Riau
Apabila bukti-bukti tidak lengkap, Faisal akan meminta Polres Samosir segera melengkapinya kembali.
“Dan, apabila bukti-bukti nanti tidak lengkap, maka kita akan minta untuk melengkapinya. Kita wajib bekerja profesional untuk menangangani kasus ini. Nanti, kita akan urutkan lagi untuk memastikannya,” tegasnya.
Faisal mengatakan, kasus pembunuhan Raja Adat di Samosir tersebut menjadi atensi perhatian serius pihaknya.
“Ini menjadi perhatian kita di sini,” katanya.
Mengenai perbedaan hasil visum dengan rekonstruksi, Faisal berujar akan dilakukan pengecekan kembali luka pada almarhum Rianto Simbolon.
“Mengenai 11 tusukan pada visum awal, lalu pada rekonstruksi hanya lima, itu nanti kita cek mengenai luka-luka itu,” janji Faisal.
Setelah itu, Faisal membawa ke-tujuh anak-anak almarhum Rianto Simbolon bertemu langsung dengan Kasubdit III/Jahtanras AKBP Taryono Raharja. Dalam pertemuan itu, Taryono ikut merasa terharu dan memberikan motivasi kepada anak-anak almarhum Rianto Simbolon.
Setelah bertemu Wadir Reskrimum AKBP Faisal Napitupulu, kuasa hukum keluarga korban Dwi Ngai Sinaga, kepada BENTENG TIMES, mengatakan jika pihaknya sudah menerima undangan dari Polres Samosir untuk melakukan rekonstruksi ulang.
“Kita baru saja dihubungi penyidiknya akan dilakukan rekonstruksi ulang kasus ini,” kata Dwi.
Baca: Pembunuhan di Medan, IRT Ditemukan Tewas, Tangan Terikat-Mulut Disumpal
Namun, Dwi menegaskan, pihaknya menunggu undangan secara resmi dari Polres Samosir.
“Kami tidak mau lagi seperti rekonstruksi awal, undangan menghadiri dikirim melalui layanan messenger. Kita lihat sendiri, bagaimana anak-anak ini menjadi histeris,” katanya.
Proses rekonstruksi kasus pembunuhan raja adat di Samosir, Rianto Simbolon telah digelar di Mapolres Samosir, Kamis (26/11/2020) lalu. Rekonstruksi itu dimulai sejak pukul 13.40 WIB hingga 17.36 WIB.
Setelah mengikuti rekonstruksi tersebut, kuasa hukum keluarga korban, Dwi Ngai Sinaga, merasa ada kejanggalan. Dia pun melayangkan protes terhadap penyidik Polres Samosir, hingga terjadi perdebatan.
Saat itu, Kanit Pidum Ipda Evan Caesar yang hadir saat rekonstruksi, tidak banyak memberikan komentar. Namun, penyidik yang hadir saat itu, berulangkali berusaha mengajak tim kuasa hukum almarhum Rianto Simbolon agar bicara di ruangan.
“Alasannya, keluarga almarhum, keluarga tersangka, dan juga wartawan ada di halaman Polres Samosir,” ujar Dwi, Direktur (Lembaga Bantuan Hukum-Ikatan Pemuda Karya) LBH IPK.
Bahkan, saat sejumlah wartawan berusaha mengabadikan perdebatan dengan Tim Kuasa Hukum keluarga korban itu, penyidik Polres Samosir, menaikan tangan, seperti isyarat agar tidak melakukan perekaman.
Namun, Dwi secara tegas memrotes sikap penyidik Polres Samosir itu. Ia ingin publik tahu ada kejanggalan dalam rekonstruksi pembunuhan raja adat di Samosir tersebut.
“Kita tidak perlu ke ruangan, cukup di sini, karena ini jelas pembohongan publik. Seluruh rekonstruksi tidak sesuai fakta,” protes Dwi.
Baca: Pelaku Pembunuhan Pendamping Desa Gunungsitoli Itu Masih Pelajar, Motifnya Memalukan
Menurut Dwi, polisi telah menghilangkang peran tersangka lainnya. Dia beralasan, pada rekonstruksi itu, polisi tidak ada memunculkan alat bukti batu bata dan empat pisau lainnya serta siapa saja pemerannya.
Selain itu, kata Dwi, penyidik Polres Samosir mengatakan, rekonstruksi berbeda dengan berkas yang sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan.
Seharusnya, lanjut Dwi, berkas yang dibawakan polisi ke kejaksaan sebagaimana dipaparkan dalam rekonstruksi tersebut.
“Ini kan, perannya berarti sudah tidak ada. Semuanya hanya peran (tersangka) Pahala. Dan, adegan rekonstruksi sendiri berdasarkan berkas yang dibuat, tapi dengan menghadirkan pihak Kejari, tapi katanya beda berkas. Selama saya menjadi advokat, baru ini mendengar secara langsung perbedaan berkas antara rekonstruksi dengan yang sudah diterima pihak Kejari,” kritik Dwi.
Atas hal itu, tegas Dwi, pihaknya akan membuat laporan resmi ke Polda Sumut.
“Kalau memang penyidik di Polres Samosir ini tidak mampu, silakan datangkan dari Poldasu. Seluruh wartawan di Samosir juga sudah mengetahui, kasus pembunuhan ini dari kejadian di lapangan hingga digelar temu pers sudah dinyatakan 11 tusukan, dengan peran masing-masing tersangka,” ujarnya.
Bahkan, saat kedatangan Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait pun, sambung Dwi, sudah diketahui kronologis kejadian berdasarkan pengakuan tersangka.
Baca: Warga Tarabintang Humbahas Ditemukan Tewas, Telinga Nyaris Putus
Dan, masing-masing tersangka memiliki peran sebagaimana langsung disampaikan oleh Kapolres Samosir AKBP Muhammad Saleh kepada wartawan serta seluruhnya akan dikenakan Pasal 340 KUHP.
Fakta pernyataan sudah hadir di seluruh dunia maya hingga YouTube serta disaksikan seluruh masyarakat Indonesia.
“Tapi, kenapa ini seluruhnya kabur?” tanya Dwi.
Oleh sebab itu, pihaknya akan melaporkan persoalan tersebut ke Polda Sumut agar menjadi atensi perhatian serius, baik Kapolda Sumut maupun Kapolri.
“Ada apa dengan jajaran Polres Samosir? Mari kita lihat bagaimana nasib anak-anak yang sudah trauma atas peristiwa ini,” imbuh Dwi.
Eron Sinaga, mewakil pihak keluarga almarhum Rianto Simbolon mengungkapkan bahwa sejak awal sudah menduga jika pihak Polres Samosir tidak profesional dalam menangani kasus tersebut. Dia menilai, jika pihak Polres Samosir sama sekali tidak peduli terhadap kematian almarhum Rianto Simbolon.
“Karena awalnya, Polres Samosir bilang ini kasus kecelakaan,” ujar Eron.
Masih kata Eron, pihak Polres Samosir sendiri baru serius melakukan pengusutan setelah mereka melayangkan protes dan membuat laporan pengaduan resmi.
“Setelah diprotes, baru dinyatakan pembunuhan,” ucapnya.
Baca: Bah, Bayi Yang Dibuang di Taman Bunga Siantar Itu Dibunuh Ibunya?
Kekecewaan Eron kembali berlanjut setelah menyaksikan proses rekonstruksi. Menurutnya, rekonstruksi tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.
“Bagaimana orang yang kreta (sepeda motor, red) ditabrak sama-sama jatuh, bisa pelaku membunuh kalau tidak ada yang membantu?” tanya Eron.
Menurut Eron, saat Kapolres Samosir AKBP M Saleh melakukan temu pers, pada Kamis (4/9/2020), telah dibeberkan peran masing-masing tersangka dan akan dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan berencana.
Penjelasan serupa juga disampaikan pihak Polres Samosir saat kedatangan Komnas PA Arist Merdeka Sirait.
“Tetapi, kenapa saat rekonstruksi bisa berubah. Kami sangat kecewa,” cetus Eron, seraya berharap agar pihak Polres Samosir menggunakan nuraninya.
Sekadar diketahui pada temu pers Jumat, 14 Agustus 2020, Kapolres Samosir AKBP M Saleh menyebutkan, ada 11 tusukan yang dihujamkan para pelaku ke tubuh Rianto hingga menyebabkan duda tujuh anak itu tewas secara tragis.
“Hasil autopsi kami, ada 11 hasil tusukan, yaitu di leher dan di punggung,” ujar Saleh, didampingi Wakapolres Kompol Afandi, Kasat Reskrim AKP Suhartono, dan Kanit Pidum Ipda Evan Caesar Ibrahim.
Kata kapolres, selain menusuk dengan menggunakan senjata tajam, para pelaku juga menghantamkan batu ke bagian kepala Rianto sehingga korban tersungkur.
Baca: Bunuh Majikan, TKI asal Sumut Terancam Hukuman Mati di Malaysia
Para pelaku semula berencana menghabisi nyawa Rianto Simbolon, pada 3 Agustus 2020. Namun urung dilakukan karena Rianto tak kunjung kembali dari Pangururan ke rumahnya di Desa Sijambur. Selanjutnya, para kembali merencanakan pembunuhan dan mengeksekusinya pada 8 Agustus 2020, dini hari sekitar pukul 01.30 WIB.
Eron Sinaga, selaku pelapor kasus kematian Rianto Simbolon, raja adat di Samosir, mengaku mendapatkan teror. Eron merupakan kerabat dekat keluarga mendiang Rianto Simbolon. Secara garis kekeluargaan, Eron Sinaga adalah ‘tulang’ atau paman dari alm Rianto Simbolon.
Malam setelah Rianto dikebumikan di pemakaman keluarga, Eron mengatakan, lampu penerangan di halaman rumahnya diputus orang tidak dikenal.
Kemudian pada setiap malam, mulai pukul 23.00 WIB hingga pukul 04.00, sejumlah orang tak dikenal memakai penutup wajah kerap mondar-mandir di sekitar rumahnya.
Baca: Empat Fakta Miris Pembunuhan Adik Kandung di Pandan
Sejak itu, dia dan keluarganya merasa ketakutan. Untuk keselamatan keluarga, anak dan istrinya terpaksa diungsikan ke rumah mertuanya.
Dia sendiri juga memilih meninggalkan kampung halaman. Selama itu, usaha foto copy dan penjualan alat tulis kantor (ATK) miliknya di Desa Sijambur, Kecamatan Ronggur Ni Huta, Kabupaten Samosir, terpaksa ditutup.