KARO, BENTENGTIMES.com– Wajahnya yang penuh kerutan itu terlihat masih sedikit pucat. Tangan kurusnya berusaha mengemas barangnya yang tidak terlalu banyak. Sesekali ia menarik nafas panjang. Tak lama kemudian, seorang perawat datang menghampirinya dan mengatakan sesuatu. Dan seketika senyum lebar pun merekah di wajah pria paruh baya itu.
Adalah Jintar Habeahan (72). Dia sudah tiga hari dirawat di Rumah Sakit Amanda Berastagi.
Sakit yang ia rasakan berawal ketika ia sedang berkeliling membawa barang dagangannya berupa makanan ringan untuk dijual di depan sekolah-sekolah. Tak seperti biasanya tiba-tiba, ia merasakan nyeri di dada yang teramat sangat hingga jatuh ke jalan.
Oleh temannya sesama pedagang, Jintar langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata tekanan darahnya sangat tinggi. Ia pun langsung dirawat.
Sayang, selama ia dirawat belum ada seorang kerabat pun datang menemaninya.
“Saya tinggal sendiri, istri saya sudah lama pisah. Anak-anak ada 6 orang tapi tinggal di luar kota semuanya,” ucap Jintar lirih saat BENTENG TIMES, berusaha mengajaknya berbincang Rabu (17/6/2020) lalu.
Ternyata hari itu adalah hari kepulangannya. Dokter sudah memperbolehkan Jintar pulang, setelah melihat keadaannya yang sudah berangsur membaik.
Ia tentu sangat senang. Dirawat di rumah sakit tanpa ada keluarga yang menemani bukanlah hal yang menyenangkan. Namun, ada yang sedari tadi terus menganggu pikiran Jintar. Biaya pengobatannya selama di rumah sakit.
“Waktu masuk UGD kemarin saya tidak sadar. Tahu-tahu bangun sudah di dalam ruangan ini. Sudah pakai infus. Jadi tidak sempat nanya-nanya masalah biaya,” tuturnya.
Akhirnya ketika sedang membereskan barangnya ia pun memberanikan diri bertanya kepada seorang perawat yang kebetulan sedang mengecek pasien lain di ruangan tersebut. Ia ingin memastikan jumlah biaya yang harus dibayarnya.
Baca: Operasi Tumor Bebas Biaya dengan JKN-KIS
Si perawat pun pergi sebentar dan kemudian kembali. Ia berkata pada Jintar; “bapak, semua biaya pengobatan bapak di sini sudah ditanggung BPJS Kesehatan (red-JKN). Jadi, bapak boleh pulang tanpa harus bayar biaya apapun”.
Lega. Itu yang dirasakan Jintar. Ia pun tersenyum, mengingat karena bagaimana ia bisa lupa kartu itu. Kartu yang pernah ia tunjukkan kepada teman sesama pedagangnya itu di depan sekolah. Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Baca: Mengenang Mendiang Ayah, Bahagia Bersama JKN-KIS di Penghujung Usia
Ya, Jintar Habeahan adalah peserta JKN-KIS segmen Penerima Bantuan Iuran ( PBI ). Ia pun ingin segera pulang dan mengucapkan terima kasih kepada temannya itu karena telah mengurus admnistrasi rumah sakit Jintar.