MEDAN, BENTENGTIMES.com – Media sosial belakangan ini ramai memperbincangkan tindakan kekerasan yang diterima Siliyana Angelita Manurung dan ibunya.
Diketahui bahwa warung milik mereka di Lingkungan IX, Kelurahan Menteng, Kecamatan Medan Denai, dirobohkan beberapa orang. Selanjutnya, ibu Siliyana dianiaya dan diikat di pohon, kemudian Siliyana juga dianiaya atas aksinya melakukan pembelaan terhadap ibunya.
(BACA: Ngamuk, Ratusan Ibu-ibu Bakar Lapo Tuak)
Dan, menurut pengakuan Siliyana, dirinya ditampar oleh salah seorang ketua ormas berinisial MP, saat dirinya melakukan pembelaan atas ibunya yang saat itu diikat di pohon.
Dan, warga sekitar kejadian menyebutkan bahwa pimpinan ormas berinisial MP itu merujuk pada Marlon Purba.
Seperti pernuturan salah seorang warga bermana Andi (30). Dia menjelaskan bahwa warung tersebut beroperasi habis Maghrib hingga pagi hari.
(BACA: Di Bandara, Yusril Dihadang Residivis yang Mulutnya Bau Tuak)
“Tempat ini beroperasi habis Maghrib sampai pagi. Ini bisa kita bilang tempat maksiat karena di sini peredaran narkoba, judi dan ada tempat penginapan,” kata Andi, Jumat (14/9/2018).
Andi menjelaskan bahwa kemarahan warga membabi-buta saat kejadian. Tapi ia menepis kabar yang beredar kalau pria berinisial MP menampar Siliyana.
“Mungkin amarah warga sudah tidak terbendung lagi dan kebetulan ada tangan warga mungkin mengenai wajahnya. Tapi kalau dia bisa buktikan dia dipukul Pak Marlon (MP) silahkan buktikan saja,” sambungnya.
(BACA: Adu Mulut di Warung Tuak Berujung Pengeroyokan, 1 Tewas)
Sementara itu, Kepala Lingkungan Ali Sodikin Siregar mengaku tak melihat persis kejadian di lokasi. Ia tiba di warung tersebut 30 menit setelah mendapat kabar dari warga kalau terjadi keributan.
“Waktu saya sampai, posisi maling sudah mau dibawa ke Polsek. Warung ini sudah berdiri 3 tahun lalu, warga sudah keberatan. Karena di samping suaranya yang bising setiap malam beraktivitas dan mengganggu masjid yang berdekatan dengan lokasi, juga merusak moral anak-anak di sini,” ucap Ali Sodikin.
“Informasi dari masyarakat, ibu Maya (Ibu Siliyana) diduga rajin membeli barang hasil curian. Pemicunya mungkin karena dari dulu warga tidak suka. Apalagi pas ada tahlilan di gang sebelah, musik di sini hidup seperti tidak menghargai,” pungkas Ali.
Sebelumnya, Siliyana Angelita Manurung, meluapkan jeritan hati melalui media sosial dan mengaku dianiaya bersama ibunya oleh warga di wilayah tempat tinggalnya.
Angelita meminta tolong kepada warganet, lembaga bantuan hukum (LBH) dan para jurnalis untuk menolong ia dan ibunya yang menurutnya telah menjadi korban persekusi.
Melalui video yang diunggah di akun Facebooknya, Rabu (12/8/2018), Angelita dengan bekas lebam masih nampak di wajahnya, menceritakan kejadian sambil menangis.
Menurutnya, Selasa (11/9/2018) malam, dua orang pemuda datang ke rumah mereka ingin menjual sepatu kepada ibunya yang dikenal di daerah itu sebagai penjual tuak dan memiliki lapo.
“Awalnya ibu saya menolak, tapi anak itu memaksa karena dengan alasan ingin membeli nasi, belum makan.”
“Akhirnya mamakku membelinya,” tuturnya. Rabu pagi, Angelita dibangunkan oleh pekerja di lapo milik ibunya.
“Tadi pagi, saya juga tidak tahu bagaimana ceritanya, saya masih tidur di kamar, pekerja di sini membangunkan saya (mengatakan) ‘Kak, mama diarak-arak sama orang kampung sini. Gara-gara mama beli sepatu dari si Basir,” ujarnya.
Angelita pun langsung bergegas keluar rumah untuk mendapatkan ibunya. Begitu sampai di lokasi dimana banyak warga berkumpul, ia mengaku melihat ibunya diikat di sebuah pohon.
“Hati seorang anak begitu sampai di TKP melihat kondisi ibunya diikat layaknya seperti binatang, hanya menggunakan baju dalam dikalungkan karton dikalungkan sepatu yang dia beli
“Hati saya sebagai seorang anak sangat teriris,” katanya sambil menangis.
Saat hendak menolong ibunya, Angelita mengaku dianiaya oleh seorang pria, MP, yang menurutnya adalah pimpinan sebuah ormas.
Awalnya, Angelita berkata bahwa pria itu tidak berhak menghakimi ibunya. Ternyata setelah itu pukulan MP melayang ke wajahnya dua kali.
“Lalu saya ingin maju lagi, tetapi masyarakat memegang saya sampai saya terjatuh di tanah. Kemudian mama saya diarak-arak lagi sampai di lapangan bola samping rumah saya,” kata Angelita yang yatim dan tinggal berdua dengan ibunya.