MEDAN, BENTENGTIMES.com – Walau usulan pemekaran daerah yang ingin pisah dengan Sumatera Utara (Sumut), seperti Nias dan Tapanuli belum disetujui, namun sebenarnya dua daerah itu memiliki potensi besar untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Karenanya, alangkah lebih baik jika Provinsi Tapanuli bisa dimekarkan. Dengan begitu, anggaran pembangunan dari pusat akan lebih terfokus ke beberapa kabupaten/kota saja. Apalagi, potensi yang dimiliki daerah cukup besar, khususnya dari sektor pariwisata dan pertanian,” ujar aktivis lingkungan yang juga tokoh masyarakat Batak Wilmar Simanjorang, Rabu (4/7/2018).
(BACA: Anggota DPRD Sumut: Rakyat Masih Terus Menanti Pemekaran Protap dan Nias)
Apalagi, saat ini pemerintah pusat menjadikan Danau Toba sebagai kawasan strategis pariwisata nasional dan program itu sebaiknya diselaraskan dengan pemekaran.
Wilmar menjabarkan, adapun potensi PAD yang dimaksudkannya, antara lain Danau Toba dengan pariwisatanya yang berbasis Geopark (taman bumi), ada juga daerah yang mengandalkan pertanian, perkebunan, industri perikanan dan kelautan, serta perdagangan yang stategis.
Memang, diakuinya bahwa masih ada masalah yang belum dapat diselesaikan hingga kini. Salah satunya, ibukota provinsi yang akan ditetapkan tersebut dan itu adalah tugas Pemprovsu untuk bisa membenahi seluruh kawasan yang akan dimekarkan tersebut, seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapteng, Taput, Tobasa, Humbahas dan Samosir.
(BACA: Pilgubsu Usai, Pembentukan Provinsi Tapanuli Viral di Medsos)
Sementara, tokoh pemuda asal Nias, Turunan Gulo menyebutkan bahwa saat ini moratorium pemekaran daerah lebih dikarenakan konsentrasi pemerintah pusat memfokuskan dana untuk pembangunan dan kondisi keuangan negara yang juga dalam keadaan kurang baik. Sehingga dirinya memaklumi, meskipun desakan untuk berpisah dari Sumut cukup besar.
“Pada September 2014 ini sudah mau disahkan (Provinsi Nias), tinggal diketok. Karena pemerintah, DPD dan Komisi II DPR RI sudah sepakat. Nias dianggap sudah memenuhi syarat untuk jadi provinsi, bahkan prioritas dari puluhan (usulan) yang masuk, mungkin masuk 10 besar,” sebutnya.
Namun alasan yang selama ini menurutnya cukup rasional adalah potensi yang ada di Kepulauan Nias dengan total lima kabupaten/kota yakni Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Barat dan Nias Utara.
Selain kekayaan laut, wilayah ini juga punya objk wisata yang juga tidak kalah hebat dengan Danau Toba. Bahkan menurutnya Nias juga bisa seperti Pulau Bali dan menjadi destinasi wisata kelas dunia.
“Sayangnya, anggaran yang dianggap sebagai modal awal untuk mengelola lima daerah itu tergolong sedikit sekali yang kemudian bisa diamanfaatkan untuk pengembangan kawasan di segala bidang. Bayangkan saja ada 33 kabupaten/kota se-Sumut yang harus diperhatikan. Sementara APBD Sumut saja hanya Rp13 triliun. Makanya kalau bentuk provinsi sendiri, dana pengembangan bisa lebih terfokus,” sebut mantan Komisioner KPU Sumut ini.
Sebagai wilayah dengan kabupaten/kota pemilik Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah dibandingkan daerah lain, bahkan Gulo menyebutan lepasnya Nias dari Sumut akan di satu sisi akan menguntungkan provinsi ini sendiri dengan luas wilayah 1.680,68 KM2.
Apalagi Secara formal, lewat Perpres No. 131 tahun 2015, 4 kabupaten di Kepulauan Nias ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah tertinggal.
“Kalaupun cerita akan ada elit baru yang muncul, saya kira itu sebuah keniscayaan. Sebab akan ada DPRD baru, akan ada struktur pemerintahan baru tingkat provinsi dan ada kepala daerah. Tetapi kemudian ini adalah kepentingan siapa, tentu masyarakat Nias menginginkan ini sebagai daerah terluar, terpencil. Jika jadi provinsi, maka alokasi dana dari APBN akan langsung mengucur ke sini, tidak lagi nyangkut di Sumut,” pungkasnya.