Ketika Bung Karno Menantang Para Insinyur Peneliti ITB Membuat Batu Jadi Baju

Share this:
BMG
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) bersama Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting dan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sumut Soetarto.

Jurus Sederhana Bung Karno Terbukti Ampuh

Ada juga cerita menarik lainnya, ketika para insinyur Indonesia yang merancang Gedung Conference of the New Emerging Forces (CONEFO), dan Jembatan Semanggi, dalam keputus-asaan mendesain ruang sidang dengan bentangan yang sangat panjang untuk ukuran saat itu.

Dalam rapat perencanaan pembangunan tersebut, para insinyur Indonesia nyaris menyerah. Mereka lalu melaporkan kepada Bung Karno mengenai berbagai kesulitan teknis yang dihadapi.

Mendengar hal tersebut, Bung Karno lalu mengumpulkan para Insinyur tersebut dan menegaskan; “Saya saja bisa membangun Republik Indonesia ini dengan bermodalkan semangat sehingga Indonesia Merdeka, masak setelah merdeka saya harus mendatangkan orang asing untuk menbangun Gedung CONEFO dan Jembatan Semanggi?”

Mendengar kata-kata Bung Karno tersebut, malulah para insinyur tersebut dan buru-buru menyatakan kesanggupannya untuk bisa menyelesaikan desain tanpa harus mendatangkan orang asing.

Cerita yang sama juga muncul ketika para seniman dan pematung Indonesia yang ditugaskan untuk merancang diorama yang menggambarkan kebudayaan Indonesia untuk menghiasi Hotel Indonesia di Jakarta dan Hotel Ambarukmo di Yogyakarta menghadapi persoalan yang sama.

Para seniman pematung dan ahli diorama Indonesia tersebut memiliki kesulitan untuk menguasai teknologi keramik yang sketsanya didesain sebagai cermin kehidupan masyarakat Indonesia yang agaris, berkebudayaan, dan penuh tradisi gotong royong.

Mendengar hal tersebut, Bung Karno menggunakan jurus serupa, masak untuk urusan diorama saja Indonesia harus mendatangkan orang asing agar dapat menguasai teknologi proses pengolahan keramik?

Jurus sederhana tersebut terbukti ampuh, dan berkreasilah para seniman Indonesia bersama para ahli keramik untuk suatu karya yang menunjukkan capaian peradaban Indonesia dengan cara berdikari. Spirit juang ternyata membangunkan keyakinan diri dan mampu meletakkan rasa percaya pada kekuatan sendiri.

Berangkat dari berbagai cerita di atas, nampak jelas bahwa penguasaan IPTEK perlu percaya pada kekuatan sendiri. Guna mencapai tingkatan tersebut diperlukan skenario kebudayaan guna memperkuat tradisi riset dan inovasi.

BacaHasto Apresiasi Pemberian Tali Asih untuk Pengurus PDI Perjuangan di Simalungun

BacaSiapa Memiliki Teknologi yang Kuat, Merekalah Penguasa Industri Pariwisata

Skenario kebudayaan itu menjadi daya topang percaya pada kekuatan sendiri. Hal ini senafas dengan Pidato Bung Karno menjelang pembacaan teks Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menegaskan; “Kini tiba saatnya bagi kita untuk berani meletakkan nasib bangsa dan tanah air di tangan kita sendiri. Sebab hanya bangsa yang berani meletakkan nasib di tangan kita sendiri akan berdiri dengan kuatnya”.

Semangat inilah yang seharusnya hidup dalam dunia akademis, dunia kampus, maupun dunia riset dan inovasi.

Halaman Selanjutnya >>>

Mendobrak Berbagai Kungkungan Budaya Masa Lalu

Halaman Sebelumnya <<<

Share this: