Pers dan Refleksi Kemerdekaan

Share this:
BMG
Hendry CH Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers.

Semestinya, ada strategi agar semua pemangku kepentingan bersama-sama bergerak ke arah pemulihan. Tapi, kalau yang disampaikan semuanya mengarah ke bad news—membesarkan berita buruk, dan bukan membuat berita yang memberi harapan, bagaimana pasar mau optimistis? ***

Kalau berkaca ke peristiwa beberapa tahun lalu, terlihat sekali beda antara pers Indonesia dengan pers di Thailand, misalnya. Saat Bom Bali terjadi, turis berkurang drastis bahkan nyaris tidak ada karena agen perjalanan, kedutaan besar asing, menganjurkan agar membatalkan perjalanan ke Indonesia karena media membuat gambaran kengerian.

Sementara, ketika bencana sejenis menimpa Thailand, pers di negeri itu sempat euphoria memberitakan. Bad news is good news.

Pariwisata hancur, wisatawan takut datang. Tetapi, pers lalu sepakat bahwa pemberitaan buruk hanya akan menghalau turis, menciptakan pengangguran, menurunkan ekonomi, dan pada gilirannya membuat sengsara perusahaan pers.

BacaBantu Pemulihan Ekonomi Rakyat, Lailatul Badri Gagas ‘Borong Usaha Rakyat Kecil’

BacaHalal dan Haram Untuk Siapa..

Begitu pula dengan bencana. Seorang yang bertugas di BNPB menyampaikan ketika dia berada di Jepang, saat terjadi gempa di Sendai, di hari-hari yang menyedihkan itu, media televisi praktis tidak ada yang mengambil kesedihan, mengumbar penderitaan.

Yang tampil di media adalah liputan yang menunjukkan semangat dan kerja keras, gotong royong, kesiagaan menghadapi gempa yang mungkin terjadi, bahu membahu rakyat dan petugas bencana.

Bersambung ke halaman 3..

Share this: