Memahami ‘Kemarahan’ Namboru Ratna Sarumpaet
- BENTENGTIMES.com - Kamis, 5 Jul 2018 - 07:56 WIB
- dibaca 3.986 kali
Dia marah bukan hanya dalam konteks mayat-mayat yang tidak bisa terangkat pada tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba. Tapi pesan Namboru ini soal kemanusiaan yang lebih dalam dan masa depan destinasi parawisata internasional Danau Toba.
Mungkin karena semua korban ini adalah warga Indonesia bisa kita maklumi. Tapi bagaimana sekiranya yang korban ada wisatawan mancanegara?
Ini menyangkut visi yang lebih jauh dan harga diri bangsa di mata dunia internasional. Yakni soal kemanusiaan dalam konteks dunia serta pandangan dunia terhadap sikap bangsa kita dalam menyikapi korban tenggelam di Danau Toba.
Hemat saya, kemarahan Namboru RS juga mengisyaratkan bahwa Indonesia harus menjamin keselamatan dan melindungi setiap pengunjung, apakah domestik dan mancanegara di Danau Toba dan seluruh kawasan pariwisata kita.
Namboru RS sangat khawatir bagaimana mungkin Danau Toba dipersiapkan jadi destinasi internasional jika korban yang tenggelam sebegitu banyak, tapi negeri ini tidak punya kemampuan tekhnologi mengangkatnya.
Namboru RS cerita tentang masa depan yang jauh lebih penting. Namboru RS sedang menegur pemerintah, terkhusus kementerian terkait dan presiden. Bagaimana kita cerita tentang bangsa yang lebih hebat sedangkan mengangkat korban mayat-mayat yang sudah teridenfikasi secara jelas, kita tidak berdaya untuk mengangkatkanya.
Bagaimana kita mampu mengangkat ‘martabat’ anak bangsa yang masih hidup jika yang sudah jadi mayat saja kita tidak bisa mengangkatnya dari dasar Danau Toba. Ini sangat penting, karena tragedi KM Sinar Bangun sudah menjadi berita internasional dan Danau Toba sedang dipromosikan sebagai destinasi pariwisata internasional.
Hemat saya, sungguh Namboru RS ini tidak butuh panggung, hanya sekedar sensasi. Sebab, jauh sebelumnya, Namboru RS sudah dikenal sebagai wanita yang memiliki track record tokoh nasional.
Kita semua tahu bahwa Ratna Sarumpaet asli putra batak lahir di Tarutung pada 16 Juli 1949. Dedikasinya untuk bangsa dibuktikan dengan segudang karya, prestasi dan penghargaan, antara lain Netpac Award, Asiatica Film Mediale, Rome, Film Jamila & Sang Presiden, 2009.
Kemudian, Nominator Penulis Skenario Cerita Adaptasi Terbaik, Festival Film Indonesia untuk film Jamila dan Sang Presiden, 2009. Nominator Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia, untuk film Jamila dan Sang Presiden, 2009. Tsunami Award (Ratna Sarumpaet Crisis Center), 2005, Female Human Rights Special Award dari The Asia Foundation For Human Rights di Tokyo, Jepang, 1998.
Dalam wikipedia dijelaskan bahwa Ratna Sarumpaet dibesarkan di keluarga Batak Kristen yang aktif dalam politik. Ratna merupakan anak ke-5 dari sembilan bersaudara. Ia menjadi seorang mualaf setelah menikah dengan seorang pengusaha berdarah Arab-Indonesia, Ahmad Fahmy Alhady.