Mengapa Sangat Sulit Mengevakuasi Korban di Danau Toba?
- BENTENGTIMES.com - Rabu, 4 Jul 2018 - 13:43 WIB
- dibaca 760 kali
Ada kebocoran sedikit saja bisa mengakibatkan pecahnya semua jeroan sang penyelam (bayangkan saja tekanan 20 kali ban pecah).
Saya pernah mengawasi pekerjaan dimana penyelam Saturated Diving-nya sakit dan harus dibawa ke dokter, tapi karena dia berada di habitat bertekanan, butuh 3 hari menunggu penyesuaian tekanan sampai dia bisa dievakuasi. Orangnya sudah muntah-muntah terus di ruangan yang sangat kecil. Kita hanya bisa mengamati dari kaca sambil memberikan arahan.
Memasang instalasi Saturated Diving (yangg sangat besar) di kapal yg tidak didesain untuk pekerjaan tersebut sangat beresiko.
2. Penyebab Kedua: Lokasi
Yang menyulitkan evakuasi ini adalah karena lokasinya di Danau Toba. Baik opsi Semi Work Class/Work Class ROV (yang unlikely bisa melakukan evakuasi jenazah) dan opsi Saturated Diving (yang very unlikely bisa mencapai 450m) semuanya itu membutuhkan kapal yang besar (mulai dari 1700 DWT). Berbeda dengan Observation Class ROV yang dipakai saat ini (dan stuck) tidak membutuhkan deck yang luas dan crane besar.
Saya sangat tidak yakin ada kapal ukuran dengan deck yang cukup luas dan kokoh untuk menampung semua peralatan yang dibutuhkan (sampai 6-10 kontainer) dan tersedia di Danau Toba apalagi untuk mengangkat itu semua juga membutuhkan crane kapasitas besar yang juga umumnya hanya berada di pelabuhan-pelabuhan besar.
Pun ketika kapal tersebut bisa didatangkan kemudian semua alat bisa dipasang, lagi-lagi 450m adalah kedalaman yang bisa dikatakan mustahil untuk melakukan evakuasi, seperti yang dijelaskan di atas.
Jadi kondisi yang ada di Danau Toba itu sangat berbeda dengan beberapa kejadian lain, misalnya pesawat Air Asia (laut lepas, kedalaman 30m, evakuasi dilakukan) dan lebih mirip dengan kejadian Adam Air (laut lepas, kedalaman 2000m) yang tidak dilakukan evakuasi korban, meskipun kedalaman 2000m masih masuk range kedalaman kerja dari ROV Work Class.
Sekarang, kondisi kapal dan korban sudah ketahuan, tidak adalagi kegiatan evakuasi yang akan bisa menyelamatkan nyawa. Pilihan yang terpapar memang bisa dibilang tidak memungkinkan.
Nah sekarang saya kebayang, ketika kepala Basarnas yang mengatur ratusan orang selama 2 minggu 24/7 jam dan masih harus menjelaskan hal-hal seperti ini ke seorang ibu rempong yang menerobos forum para korban dan merasa sebagai perwakilan korban.
Akhirnya 5 kata tersembur: “Bu *** aja yang menyelam”. Not my choice of words, but I would understand.
Penulis adalah orang yang sudah 6 bulan terakhir bekerja dengan Remoted Operated Vehicle (ROV).