SIMALUNGUN, BENTENGTIMES.com– Radiapoh Hasiholan Sinaga merupakan putra asli Kabupaten Simalungun, lahir pada 18 Juni 1968 dari pasangan almarhum St Jahisar Sinaga (bergelar Raja Angin) dan almarhumah Korlina boru Saragih.
Pria yang akrab disapa RHS ini menempuh pendidikan di SD Negeri 01 Tigarunggu, SMP Negeri Tigarunggu, dan Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMTP) di Pamatang Raya. RHS lulus pada tahun 1988.
Sebagaimana lazimnya anak-anak petani di kampungnya, RHS sepulang sekolah harus ke ladang membantu kedua orangtua.
Banting Setir Jadi BHL di Peternakan Ikan Deras
Setamat dari SMTP Pamatang Raya, RHS diperhadapkan dengan pilihan untuk masa depannya. Antara melanjutkan studi ke perguruan tinggi yang ada di kota-kota besar, pergi merantau mencari kerja atau justru tetap tinggal di kampung menjadi seorang petani.
Karena keterbatasan biaya, RHS akhirnya mencoba bertani dengan menanam tomat di kampungnya . Itu dilakukannya karena ada bekal pertanian yang dienyamnya selama duduk di bangku Sekolah Menengah Teknologi Pertanian (SMTP) Pamatang Raya.
Puji Tuhan, hasil tanamannya berbuah manis. Namun sayang, tidak dibarengi harga jual yang layak, sehingga hasil panen justru merugi karena harga yang merosot.
Tak ingin berpangku tangan pada nasib, RHS lantas banting setir bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) di peternakan ikan deras di Haranggaol, milik DR Wimson F Purba, seorang pejabat kantor perwakilan PBB di Indonesia. Di sana, RHS bekerja setengah tahun lebih.
Meski tekun bekerja di peternakan ikan tersebut, namun tak kunjung bisa merubah nasib RHS. Saat itu, justru Haranggaol ditimpa musibah ikan mas bermatian karena virus.
Merantau ke Kandis Berbekal Rp13 Ribu
Alhasil, tahun 1989-1990, RHS pun terpaksa memilih merantau ke Kandis, Riau. Berbekal uang Rp13 ribu, RHS menumpang Bus Laut Tawar dengan tujuan Pasar Minggu, Kandis, Riau. Dengan biaya ongkos Rp7.500, RHS hanya memiliki sisa uang Rp5.500.
Baca: Radiapoh Hasiholan Sinaga, Anak Petani Lulusan SMK Favorit di Simalungun
Sebulan di Kandis, RHS hidup luntang-lantung, makan terancam dan tidur di gudang kosong atau emperan toko.
Di Kandis, rata-rata perantau biasanya bekerja di perusahaan-perusahaan perkebunan yang hendak membuka lahan perkebunan kelapa sawit hingga ke pedalaman Siak.
Karena tidak ada pilihan, RHS pun mencoba keberuntungannya dengan para perantau lainnya. Para pekerja pembukaan lahan tersebut biasanya orang-orang yang bermasalah di kampungnya, dan mereka melarikan diri atau sembunyi dari lawan atau aparat keamanan.
Binatang buas dan perkelahian antar pekerja atau antar kelompok pekerja bisa jadi ancaman jiwa.
Selama bekerja di hutan, RHS terserang penyakit Malaria Tropica akut, sehingga RHS hampir menyerah dengan kondisi tubuhnya yang melemah.
Atas saran teman-temannya, RHS pun terpaksa pulang kampung ke Tigarunggu.
Selama di kampung, RHS menjalani perawatan hingga pulih dari sakit yang dideritanya.
Sembari berobat, RHS tetap mencari lowongan pekerjaan. Tahun 1990, RHS mengajukan lamaran ke perusahaan milik DL Sitorus, PT. Torgamba. Dan puji Tuhan, RHS diterima di bagian koperasi simpan pinjam sekaligus pekerja di perusahan sawit tersebut.
Selama bekerja di Torgamba, RHS berpindah-pindah antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau.
Banyak pengalaman yang ditimbanya. Tahun 1999, RHS akhirnya mengundurkan diri dan mencoba berwiraswasta.
Baca: Guru SMTP Raya Helman Sudarno: Maju Terus, Radiapoh!
Usaha pertama yang digelutinya adalah koperasi simpan pinjam kecil-kecilan di tempatnya yang baru, yakni Tanjung Pinang di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Pelan tapi pasti, usaha yang dijalankannya dengan ketekunan dan kerja keras itupun akhirnya membuahkan hasil dan berkembang pesat.
Dengan adanya perbaikan nasib, RHS pun menikah dengan pujaan hatinya, Ratnawati Boru Sidabutar di tahun 1993, dan dikaruniai tiga anak perempuan dan seorang laki-laki.
Sementara itu, usaha koperasi simpan pinjam miliknya mulai berkembang dan cabang-cabangnya melebar hingga ke Pekanbaru.
Berbekal pengalaman bekerja selama di perkebunan sawit, RHS pun mencoba hal baru yaitu berkebun sawit di Riau dan Kalimantan. Hasilnya, kebun sawit itu berkembang pesat.
Pada tahun 2007, RHS mengekspansi bisnisnya ke bidang pengembang perumahan (developer/properti) yang mencakup 16 perusahaan yang berkibar di Kota Batam, Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun hingga Pekanbaru, Cikarang (Bekasi) dan Sampit, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Sambil menggeluti usaha bisnisnya, RHS memiliki keinginan yang kuat untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Lalu, pada tahun 2013, RHS mendaftar ke Fakultas Hukum Universitas Batam dan menyelesaikan bangku perkuliahan tahun 2017.
Setelah sukses di usaha bisnis hingga menjadi pengusaha ternama di Kota Batam, RHS mempunyai kerinduan untuk kembali ke kampung halamannya Simalungun. Tujuannya tak lain untuk membangun dan mengabdi di Simalungun.
Hal itulah yang menjadi latar belakang RHS mencalonkan diri menjadi Bupati Simalungun.
Baca: Pertamina Gelontorkan Rp20 Miliar Bantu UMKM di Kawasan Danau Toba
Menyadari keinginan suaminya yang kuat untuk membangun kampung halamannya, sang istri tercinta dengan mantap menyatakan setuju serta mendukung niat tulus dan mulia untuk memajukan Simalungun.